KONDISI
PSIKOLOGIS
Belajar pada hakikatnya adalah
proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu
saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri
sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar dan faktor dari
dalam. Faktor psikologis sebagai dari dalam tentu saja
merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikolgis tidak mendukung, maka faktor luar itu tidak akan signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor-faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik. Demi jelasnya, kelima faktor ini akan diuraikan satu demi satu berikut ini.
sumber : kabarinews.com
merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikolgis tidak mendukung, maka faktor luar itu tidak akan signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor-faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik. Demi jelasnya, kelima faktor ini akan diuraikan satu demi satu berikut ini.
·
Minat
Minat menurut Slameto (1991: 182), adalan suatu rasa lebih suka dan
rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat
pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar
minat.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui
suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal
daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam
suatu aktivitas. Anak didik memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung
untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Slameto,
(1991:182). Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar
artinya untuk mencapai atau memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu.
Timbulnya keinginan belajar dibesabkan berbagi hal, antara lain: karena
keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau memperoleh pekerjaan yang
baik, serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung
menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat yang kurang akan
menghasilakan prestasi yang rendah (Dalyono, (1997: 56).
Dalam konteks itulah diyakini bahwa
minat mempengaruhi proses dan hasil
belajar anak didik. Tidak banyak yang dapat diharapkan untuk menghasilkan prestasi belajar yang baik dari seorang
anak yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu. Persoalan sekarang adalah
bagaimana menimbulkan minat anak didik terhadap sesuatu? Memahami kebutuhan
anak didik dan melayani kebutuhan anak didik adalah salah satu upaya
membangkitkan minat anak didik. Dalam penentuan jurusan harus disesuaikan
dengan minat anak didik. Jangan dipaksakan agar anak didik tunduk pada kemauan
guru untuk memilih jurusan lain yang sebenarnya anak didik tidak berminat.
Dipaksakan juga pasti akan sangat merugikan anak didik. Anak didik cenderung
malas untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak disukainya. Anak didik pasrah
pada nasib dengan nilai apa adanya (Nasution, 1993: 7).
Disamping memanfaatkan minat yang telah
ada, Tanner & Tanner (1957) (dalam
Slameto, (1991: 183) menyarankan agar para pengajar juga berusaha membentuk
minat-minat baru pada diri anak didik. Ini dapat dicapai dengan jalan
memberikan informasi pada anak didik mengenai hubungan antar suatu bahan
pelajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, Rooijakkers
(1980) berpendapat hal ini dapat pula dicapai dnegan cara menghubungkan bahan
pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan anak
didik. Anak didik, misalnya akan menaruh perhatian pada pelajaran tentang gaya
berat bila hal itu dikaitkan dengan peristiwa mendaratnya peristiwa mendaratnya
manusia pertama di bulan.
Bila usaha-usaha di atas tidak berhasil,
guru dapat memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Insentif
merupakan alat yang dipakai untuk seseorang agar melakukan sesuatu yang tidak
mau melakukannya atau yang tidak dilakukannya dengan baik. Diharapkan pemberian
intensif akan membangkitkan motivasi anak didik dan mungkin minat terhadap
bahan yang diajarkan akan muncul.
Crow & Crow (1984:355) berpendapat bahwa lamanya minat
bervariasi. Kemampuan dan kemauan menyelesaikan suatu tugas yang diberikan
untuk selama waktu yang ditentukan berbeda-beda baik dari segi umur maupun bagi
masing-masoing individu. Untuk anak yang sangat muda, lamanya minat dalam
kegiatan tertentu sangat pendek. Minat senantiasa berpindah-pindah; namun
demikian ia menghendaki keaktifan. Ia kerap kali mendasarkan
kegiatan-kegiatannya atas pilihan sendiri dan dapat lebih suka mengusahakan
sesuatu tertentu daripada yang lainnya.
Karena minat yang terdapat dalam kegiatan untuk kepentingan diri sendiri lebih
daripada untuk mencapai suatu hasil tertentu, sehingga ia mudah dikacaukan dan
mudah tertarik pada kegiatan yang lain. Tidak demikian halnya terhadap orang
yang lebih tua. Mereka yang disenutkan terakhir ini lebih lama dapat
mempertahankan minatnya terhadap sesuatu daripada berpindah-pindah kepada hal
lainnya.
·
Kecerdasan
Raden Cahaya Prabu (1986) pernah
mengatakan dalam mottonya bahwa: “Didiklah anak sesuai taraf umurnya.
Pendidikan yang berhasil karena menyelami jiwa anak didiknya.” Yang menarik
dari ungkapan ini adalah tentang umur dan menyelami jiwa anak didik. Kedua
persoalan ini tampaknya tidak bisa dipisahkan. Bagaimana mungkin pertumbuhan
umur seseorang dari usia muda, lalu tua tidak diikuti oleh perkembangan
jiwanya. Sedangkan para ahli telah sepakat bahwa semakin meningkat umur
sesorang semakin dewasa pula cara pikirnya. Dan hal ini lebih mengukuhkan
pendapat yang mengatakan bahwa kecerdasan dan umur mempunyai hubungan yang
sangat erat. Perkembangan berpikir seseorang dari yang kongkret ke yang abstrak
tidak bisa dipisahkan dari perkembangan intelegensinya. Semakinmeningkat umur
seseorang semakin abstrak cara berpikirnya.
Perkembangan taraf intelegensi sangat
pesat pada masa umur balita dan mulai menetap pada akhir masa remaja. Taraf
intelegensi tidak mengalami penurunan, yang menurun hanya penerapannya saja
terutama setelah berumur 65 tahun ke atas bagi mereka yang alat inderanya
mengalami kerusakan.
Karena intelegensi diakui ikut
menentukan keberhasilan belajar
seseorang, maka orang tersebut seperti M Dalyono (1997: 56) misalnya secara
tegas menyatakan bahwa seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ tinggi)
umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang
intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat
berpikir, sehingga prestasi belajarnya pun rendah.
Terdapat hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah.
Dijelaskan dari IQ, sekitar 25% hasil belajar di sekolah dapat dijelaskan dar
IQ,
yaitu kecerdasan sebagaimana diukur oleh tes intelegensi. Karena itu,
berdasarkan informasi mengenai IQ 90-100 pada umumnya akan mampu menyelesaikan
sekolah dasar tanpa banyak kesukaran, sedang anak-anak yang mempunyai IQ 70-89
pada umumnya akan memerlukan bantuan-bantuan khusus untuk dapat menyelesaikan
sekolah dasar. Pada sisi lain, pemuda-pemudi yang mempunyai IQ di atas 120 pada
umumnya akan mempunyai kemampuan untuk belajar di perguruan tinggi.
Pendapat Noehi
Nasution di atas dipertegas Raden Cahaya Prabu (1986: 45) yang mengatakan bahwa
anak-anak yang taraf intelegensinya di bawah rata-rata, yaitu dull normal,
debil, embicil, dan idiot sukar untuk sukses dalam sekolah. Mereka tidak akan
mencapai pendidikan tinggi karena kemampuan potensinya terbatas. Sedangkan
anak-anak yang taraf intelegensinya normal, di atas rata-rata seperti superior,
gifted atau genius, jika saja lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan
pendidikannya turut menunjang, maka mereka akan dapat mencapai presatasi dan
keberhasilan dalam hidupnya. Anak gifted diklasifikasikan ke dalam dua golongan,
yaitu: pertama, extreemely gifted child (genius) dengan taraf intelegensi
160-200. Kedua, superior child yang mempunyai taraf intelegensi antara 125-160.
Seperti ditulis
oleh Anwar Prabu Mangkunegara (1993: 43), Gertrude Hildreth dalam penelitiannya
menyimpulkan, anak-anak yang IQnya antara 135-145 menunjukkan sikap periang,
ramah, dan umumnya sering menjadi pemimpin dari teman-teman sebaya. Sedangkan
anak-anak gifted dengan IQ 175 banyak yang mengalami kesulitan dalam bergaul
dan kurang dapat memanfaatkan kemampuannya sehingga sering kurang dihargai
kawan-kawan sebayanya. Begitu pula kesimpulan penelitian Lete S. Hollingworth
yang menyatakan bahwa anak-anak gifted yang taraf intelegensinya lebih dari 180
mempunyai kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Akhirnya
pembahasan ini bermuara pada suatu kesimpulan, bahwa kecerdasan merupakan salah
satu faktor dari sekian banyak faktor yang memperngaruhi keberhasilan sesorang
dalam belajar di sekolah.
·
Bakat
Di samping
intelegensi (kecerdasan) , bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar
seseorang. Hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang
yang sesuai dengan bakat memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Akan
tetapi, banyak sekali hal-hal yang menghalangi untuk terciptanya kondisi yang
sangat diinginkan oleh setiap orang. Dalam lingkup perguruan tinggi misalnya,
tidak selalu perguruan tinggi tempat seseorang belajar menjanjikan studi yang
benar-benar sesuai dengan bakat orang tersebut. Kemungkinan penghambat yang
lain adalah biaya. Suatu lapangan studi yang sesuai dengan bakat seseorang
mungkin terlalu mahal bagi orang tersebut. Dan penghambat terbesar di Indonesia
adalah belum adanya alat pengukur atau test bakat yang benar-benar dapat
diandalkan. Memang dewasa ini telah banyak dilakukan usaha-usaha untuk
mengembangkan tes bakat itu, namun kiranya masih diperlukan waktu agak lama
untuk tersusunnya tes bakat yang benar-benar dapat siandalkan dan dipergunakan
(Noehi Nasution, 1993: 8).
Banyak
sebenarnya bakat bawaan (terpendam) yang dapat ditumbuhkan asalkan diberikan
kesempatan dengan sebaik-baiknya. Disini tentu saja diperlukan pemahaman
terhadap terhadap bakat apa yang dimiliki oleh seseorang. Bakat memungkinkan
seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan
latihan, pengetahuan, pengalaman dan dorongan atau motivasi agar bakat itu
tidak dapat terwujud. Misalnya, seseorang mempunyai bakat menggambar, jika ia
tidak pernah diberi kesempatan untuk mengembangkan, maka bakat tersebut tidak
akan tampak. Jika orang tuanya menyadari bahwa ia mempunya bakat menggambar dan
mengusahakan agar ia mendapatkan pengalaman yang sebaik-baiknya untuk
mengembangkan bakatnya, dan anak itu juga menunjukkan minat yang besar untuk
mengikuti pendidikan menggambar, maka ia akan dapat mencapai prestasi yang
unggul dan bahkan dapat menjadi pelukis terkenal.
·
Motivasi
Menurut Noehi
Nasution (1993: 8) motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi
untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
belajar. Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar
bertambah. Hal ini dipandang masuk akal, karena seperti dikemukakan oleh
Ngalin Purwanto (1995: 61) bahwa banyak bakat anak tidak berkembang karena
tidak diperolehnya motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapatkan motivasi
yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil
yang semula tidak terduga. Bahkan menurut Slameto (1991: 136) seringkali anak
didik yang tergolong cerdas tampak bodoh karena tidak memiliki motivasi untuk
mencapai prestasi sebaik mungkin. Berbagai faktor bisa saja membuatnya bersikap
apatis. Misalnya, karena keadaan lingkungan yang mengancam, perasaan takut
diasingkan oleh kelompok bila anak didik berhasil atau karena kebutuhan untuk
berprestasi pada diri anak didik sendiri kurang atau mungkin tidak ada. Ada
tidaknya motivasi untuk berprestasi pada diri anak didik cukup mempengaruhi
kemampuan intelektual anak didik agar dapat berfungsi secara optimal.
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut
memperngaruhi keberhasilan belajar.
Karena itu, motivasi belajar perlu
diusahakan, terutama yang berasal dari salam diri (motivasi intrinsik) dengan
cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi
untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis
bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar. (M. Dalyono, 1997: 57)
Mengingat
motivasi merupakan motor penggerak dalam perbuatan, maka bila ada anak didik
yang kurang memiliki motivasi ekstrinsik, agar anak didik termotivasi untuk
belajar. Di sini diperlukan pemanfaatan bentuk-bentuk motivasi secara akurat
dan bijaksana. Penjabaran dan pembahasan lebih mendalam tentang bentuk-bentuk motivasi dalam belajar
ini dapat dibaca kembali pada uraian terdahulu tentang "motivasi belajar".
·
Kemampuan
Kognitif
Dalam dunia
pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal dan diakui oleh para
ahli pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif
merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai.
Karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu
pengetahuan.
Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai
jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi,
mengingat, dan berpikir. Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan
atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus menerus
mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat
inderanya, yaitu indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pencium.
(Slameto, 1991;104). Dalam pengajaran guru harus menanamkan pengertian dengan
cara menjelaskan materi pelajaran sejelas-jelasnya, bukan bertele-tele kepada
anak didik, sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi anak didik. Kemungkinan
kecilnya kesalahan persepsi anak bila penjelasan yang diberikan itu mendekati
objek yang sebenarnya. Semakin dekat penjelasan guru dengan realitas kehidupan
semakin mudah anak didik menerima dan mencerna materi pelajaran yang disajikan.
Seorang anak yang telah memiliki kemampuan persepsi ini berarti telah mampu
menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakilo objel-objel yang dihadapi,
entah objek itu orang, benda, atau kejadian/peristiwa. Objek-objek itu
direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
Gagasan dan tanggapan itu dituangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada
orang yang mendengarkan ceritanya atau dalam bentuk tulisan maupun orasi
ilmiah. Karena kemampuan kognitif ini, orang dapat menghadirkan realitas dunia
di dalam dirinya sendiri, dari hal-hal yang bersifat material dan berperaga
seperti ide "keadilan, kejujuran", dan lain sebagainya. Jelaslah
kiranya, bahwa semakin banyak pikiran dan gagasan dimiliki seseorang, semakin
kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu. Kemampuan kognitif ini harus
dikembangkan melalui belajar. Selain itu terdapat faktor psikologis tamabahan yang
mempengaruhi belajar diantaranya adalah.
- Sikap
siswa
Sikap
aadalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecendrungan untuk
mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,
barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang
positif, terutama kepada anda dan mata pelajaran yang anda sajikan merupakan
pertanda awal yang baik bagi proses
belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap anda dan
mata pelajaran anda, apalagi jika diiringi kebencian kepada anda atau kepada
mata pelajaran anda dapat menimbulkan kesulitan
belajar siswa tersebut. Selain itu, sikap terhadap ilmu pengetahuan yang
bersifat conserving walaupun mungkin
tidak menimbulkan kesulitan belajar,
namun prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan.
Untuk
mengantisipasikemungkinan munculnya sikap negatif siswa seperti tersebut
diatas, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap
dirinya sendiri dan terhadap mata pelajaran yang menjadi haknya. Dalam hal
bersikap positif terhadap mata pelajarannya, seorang guru sangat dianjurkan
untuk senantiasa menghargai dan mencintai profesinya. Guru yang demikian tidak
hanya menguasai bahan-bahan yang terdapat dalam bidang studinya, tetapi juga
mampu meyakinkan para siswa akan bermanfaat bidang studi itu bagi kehidupan
mereka. Dengan meyakini manfaat bidang studi tertentu, siswa akan merasa
membutuhkannya, dan dari perasaan butuh itulah diharapkan muncul sikap positif
terhadap bidang studi tersebut sekaligus terhadap guru yang mengajarkannya.
·
Sifat-sifat Pribadi
Seseorang
Disamping
faktor-faktor yang telah dibicarakan di atas, faktor pribadi seseorang turut
pula memegang peranan dalam belajar. Tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat
kepribadiannya masing-masing yang berbeda antara seseorang dengan yang lain.
Ada orang yang mempunyai sifat keras hati, berkemauan keras, tekun dalam segala
usahanya, halus perasaannya, dan ada pula yang sebaliknya. Sifat-sifat
kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit-bnyaknya turut pula
mempengaruhi sampai dimanakah hasil belajarnya dapat dicapai. Termasuk ke dalam
sifat-sifat kepribadian ini ialah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.
Kecuali
faktor-faktor pribadi yang bersifat individual, berhasil atau tidaknya belajar
itu dipengaruhi pula oleh faktor-faktor dari luar yang kita sebut faktor
sosial.
·
Kapasitas Mental
Dalam
tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang
berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada
sistem saraf dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas seseorang dapat diukur
dengan tes-tes inteligensi dan tes-tes bakat. Kapasitas adalah potensi untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai keterampilan/kecakapan. Akibat dari
hereditas dan lingkungan, berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa
inteligensi. Karena latar belakang hereditas dan lingkungan masing-masing
individu berbeda, maka inteligensi masing-masing individu pun bervariasi.
Inteligensi seseorang ikut menentukan prestasi
belajar seseorang.
No comments:
Post a Comment