I.
Research Highlight
Donor
Darah. Penjelasan tentang
hubungan personalitas dan tindakan membantu datang dari studi terhadap orang
yang
secara teratur memberi donor darah. Banyak orang tak pernah menyumbangkan
darahnya atau jarang melakukannya. Namun ada sekelompok kecil orang yang sering
menyumbang darahnya, mungkin setiap 2 atau 3 bulan sekali. Dijelaskan pada
sebuah riset oleh Jane Piliavin dan Peter Callero (1991) memberikan beberapa jawaban.
sumber : mohammadfandika.blogspot.com
Mereka
menemukan bahwa para pendonor ini menyumbangkan darahnya karena mereka
menganggap itu sudah seharusnya, bukan karena diminta menyumbang. Mereka
menganggap donor darah sebagai aktivitas yang bermakna yang memperkaya konsep
diri mereka. Jadi, pendonor yang teratur ini lebih mungkin untuk sepakat pada
pendapat bahwa “donor darah adalah bagian penting dari diri saya” dan bahwa
“bagi saya, menjadi pendonor darah lebih dari sekedar menyumbangkan darah”.
Dengan kata lain, tindakan donor darah dapat menjadi status dari prososial.
II.
Intervensi
Orang Sekitar: Membantu Orang Asing Yang Membutuhkan
Setelah mengulas
perspektif utama tentang perilaku menolong, kini kita akan melihat dari dekat
tiga bentukpertolongan yang berbeda. Kita mulai dengan bystander intervention
(intervensi orang sekitar), setelah teknis untuk tindakan membantu orang yang
kesulitan atau sedih. Cerita in the news di atas mengilustrasikan konsep ini.
Riset psikologis terhadap intervensi
orang sekitar dipicu bukan oleh tindakan heroism tetapi oleh kasus pembunuhan
yang terkenal, pada 1964, seorang wanit muda bernama kitty Genovese pulang
kerumahnya pada larut malem. Saat sampai didekat apartemennya di kew Gardens,
New York, dia diserang dan ditikam berkali-kali. Selama setengah jam bergelut
dengan penyerang, kitty berkali-kali berteriak bahwa dirinya ditikam dan
meminta tolong. Sekitar 30 orang yang tinggal disekitar kejadian mengatakan
mereka mendengar jeritan itu. Tetapi, tak satu pun yang dating membantu atau
menelepon polisi. Polisi baru ditelepon selama 20 menit kemudian setelah korban
tewas; mereka baru dating dalam waktu 2 menit.bahkan saat itu tak satu pun
orang keluar ke jalan sampai ambulan tiba danmembawa si korban. Mengapa tak
satu pun tak menolong kitty? Pada saat itu banyak pengamat yang melihat
kejadian itu sebagai tanda-tanda berkembangnya sikap apati dan ketidakpedulian
pada penderitaan manusia. Akan tetapi, para psikologi social mempelajari
tragedi itu dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengetahui mengapa orang
sekitar terkdang tidak membantu orang yang kesulitan didekatnya dan mengapa ada
pula yang mau mempertaruhkan nyawanya untuk menolong orang asing. Banyak riset
awal tentang perilaku membantu diinspirasi oleh kematian kitty Genovese. Riset
itu mendokumentasi kan arti penting dari beberapa ciri situasi, termasuk
kehadiran orang lain, sifat dari ligkungan fisik, dan tekanan batasan waktu.
A.
Kehadiran
orang lain
Salah
satu mengejutkan dari kasus kitty Genovese adalah ada begitu banyak orang
mendengar jeritan kitty namun tak satu pun yang menelepon polisi. Banyak
pengamat yang menginterprestasikan kurangnya reaksi ini sebagai tanda-tanda
penyebrangan ambruknya moral dan aliensi dalam masyarakat. Hidpotesis berbeda
diberikan oleh psikolog social Bibb Latane dan John Darly (1970). Mereka
mengatakan bahwa kehadiran banyak orang itulah yang mungkin memnyebabkan
kurangnya pertolongan. Mereka yang menyaksikan pembunuhan mungkin berasumsi
bahwa orang lain sudah menelepon polisi dan karenanya mereka tidak berkewajiban
untuk campur tangan. Latane dan Darley menyebut ini sebagai bystander
effect (efek orang sekitar).
Untuk
menguji ide bahwa banyak saksi bisa mempengaruhi tindakan penolong, Latane dan
Darley (1970) mendesain serangkaian eksperimen, baik di laboratoriummaupun di setting alamiah. Dalam satu eksperimen,
mahasiswa yang ambil bagian dalam satu studi mendengar ada “keadaan darurat”
diruang sebelah. Mereka lebih mungkin merespon jika mereka sendirian ketimbang
jika mereka menganggap adaorang lain yang juga mengetahui situasi itu. Semakin
banyak orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan individu akan memberi
bantuan, dan semakin lama jeda sebelumnya bantuan diberikan.
Banyak
studi yang mereplikasi temuan ini dalam setting
yang berbeda. Misalnya, Latane dan Darley (1970) melakukan studi pangan di
Nu-way Beverage Canter di Suffern, New York. Periset mementaskan lakon drama
perampokan dengan bantuan saleman dan
dua actor yang bereran sebagai penjahat. Perampokan itu dilakukan saat ada satu
atau dua orang yang sedang berada di took. Ketika salesman masuk ke belakang
untuk pura-pura mengecek sesuatu, dua lelaki masung sambil mengatakan “mereka
tidak akan kehilangan ini” dan keluar sambil membawa sekeranjang bir. Seperti
yang di duga, satu orang yang menyaksikan pencurian lebih mungkin melaporkan
pencurian itu ketimbang dua orang.
Mengapa
kehadiran orang lain menghambat tindakan menolong? Analisis pengambilan
keputusan memberikan beberapa penjelasan. Salah satunya adalah diffusion
of responsibility (disfusi tanggung jawab) yang muncul akibat kehadiran
orang lain. Jika hanya satu orang menyaksikan korban yang menderita, dia
sepenuhnya menganggung jawab untuk merespon situasi dan akan merasa bersalah
jika tidak campur tangan. Namun, jka ada beberapa orang yang hadir, bantuan
bisa dating dari beberapa sumber. Kewajiban membantu dan biaya potensian dati
tindakan tidak membantu akan berbgi. Jika seseorang tahu akan ada orang lain
yang hadir namun tidak dapat bebica kepada mereka atau melihat perilaku mereka,
seperti dalam kasus kitty Genovese, orang itu mungkin berasumsi bahwa orang
lain sudah melakukan sesuatu untuk menolong, seperti menelepon polisi.
Eksperimen
mendukung ide ini, yakni yang kursial adalah bukan hanya jumlah orang yang
hadir tetapi juga berkurangnya rasa tanggung jawab personal sebagai akibat dari
berada dalam satu kelompok. (Ross,1971). Riset juga menunjukkan bahwa pemimpin
suatu kelompok-mungkin orang yang bertanggung jawab tas aktivitas
kelompok-lebih mungkin untuk memberi bantuan kepada korban. (Baumeister,
Chesnerm SEndersm & Tice, 1988). Tampak bahwa pemimpin kelompok kurang
terpengaruh oleh difusi tanggung jawab ketimbang anggota kelompok.
Penjelasan
kedua tentang efek orang sekitar menegaskan adanya ambiguitas dalam
interprestasi situasi. Calon penolong terkadang tidak yakin apakan suatu
situasi benar-benar berbahaya. Perilaku orang sekitar lainnya dapat memengaruhi
cara kita mendefinisikan situasi dan bereaksi terhadapnya. Jika orang lain
mengabaikan situasi atau bertindak seolah-oleh tidak ada Sesutu yang terjadi,
kita juga akan berasumso bahwa tidak ada emergensi. Dampak orang sekitar
terhadap interpretasi situasi ini ditunjukkan oleh Latane dan Darley (1970).
Dalam eksperimen ini, mahasiswa duduk mengisi kuesioner. Setelah beberapa
menit, muncul asap di ruangan melalui ventilas. Tidak lama kemudian asapnya
semakin tebal sehingga sulit untuk melihat dan bernapas normal. Ketika
subjeknya sendiri, ia biasanya berkeliling ruangan untuk meneliti sumber asap,
dan 75 persen melaporkan asap itu kepada periset dalam waktu 4 menit kemudian.
Dalam kondisi di mana subjek berada dalam ruangan bersama dua asisten periset
yang sengaja mengabaikan asap, hanya 10 persen subjek yang melaporkanadany
asap.
Factor
ketiga dalam efek orang sekitar adalah evaluation apprehension (pemahaman
evaluasi). Jika kita tahu bahwa orang lain melihat tindakan kita, kita mungkin
merasa “demam panggung”. Kita mungkin cemas kalau-kalau kita melakukan
kekeliruan atau orang lain akan mengevaluasi reaksi kita secara negatif. Subjek
dalam ruangan berasap mungkin takut kelihatan bodoh atau pengecut jika
menunjukkan kecemasan terhadap asap, sementara ada orang lain yang tampak
tenang. Keinginan untuk menghindari biaya penolakan social ini dapat menghambat
tindakan. Tentu saja, ada situasi dimana pemahaman evaluasi membantu kita lebih
condong untuk membantu. Jika kita melihat seseorang jatuh dari tangga atau kena
serangan jantung, respon yang diharapkan adalah kita memberi bantuan. Dalam
situasi ini, pengetahuan adanya orang lain yang melihat kita mungkin akan meningkatkan
tendensi kita untuk membantu (Schwartz & Gottlieb, 1980).
B.
Kondisi
Lingkungan
Setting fisik
juga mempengaruhi tindangan penolong. Apakah anda akan berhenti dan menolong
seorang pengendara sepeda motor yang jatuh pada saat cuaca cerah, atau pada
saat hujan deres? Pada saat gelap atau terang? Di jalan pendesaan yang sepi
atau di tengah kota? Banyak riset mendokumentasi kan dampak dari kondisi
lingkungan terhadap tindakan membantu.
Efek
cuaca diteliti dalam dua studi oleh Cunningham (1979). Dalam satu studi,
penjalan kaki didekati oleh periset untukmengisi kuesioner. Dalam cuaca cerah
dan suhu yang nyaman, orang lebih mau membantu. Dalam studi kedua, yang
dilakukan di restoran dengan suhu yang diatur. Cunningham menemukan bahwa
konsumen memberi lebih banyak tip jika cuaca cerah. Riset lain menunjukkan
bahwa orang lebih mungkin membantu pengendara motor yang jatuh pada cuaca cerah
ketimbang pada cuaca hujan (Ahmed, 1979) dan pada siang hari ketimbang pada
malam hati (Skolnnick, 1977). Ringkasanya, cuaca mempengaruhi tindakan
menolong.
Stereoip
umum menyatakan bahwa penduduk kota lebih kurang bersahabat dan kurang
menolong, sedangkan penduduk pendesaan lebih membantu dan ramah. Riset
menemukan bahwa dalam hal membantu orang asing yang kesulitan, besarnya kota
ikut berpengaruh (Levine, Martinez, Brase, & Sorenson, 1994). Orang asing
lebih mungkin ditolong dikota kecil ketimbang di kota besar. Tampaknya ada
sesuatu dikota kecil yang mendorong orang mau membantu, dan sebaliknya ada
sesuatu di kota besar yang mengurangi
kesediaanorang untuk membantu. Secara kebetulan, studi menunjukkan bahwa
ukuran kota dimana orang tinggal terkait dengan tindakan membantu; yang
berpengaruh adalah setting lingkungan
dimana kebutuhan itu muncul.
Amato
(1983) meneliti perilaku menolong di 55 komunitas Australia, mulai dari desa
kecil sampai kota besar. Untuk memastikan sampel perilaku prososial yang memadai, lima tipe menolong yang berbeda di
pelajari: mahasiswa meminta pejalan kaki untuk menuliskan warna favoritnya
sebagai bagian dari proyek kampus, seorang pejalan kakitak sengaja menjatukan
amplop di pinggir jalan, permintaan sumbangan uang untuk Multiple Sclerosis
Society, seorang sales memberi petunjuk jalan yang salah kepada seseorang, dan
seorang lelaki yang kakinya diperkirakan jatuh dan meminta tolong. Hasil studi
ini disajikan. Pada empt dari lima ukuran pertolongan, persentase orang yang
membantu secara signifikan lebih besardikota kecil ketimbang dikota besar. Satu
pengecualian adalah kasus amplop yang jatuh, yang umumnya tidak membuat orang
membantu.
Dalam
studi yang lebih baru, Levine (2003) mengetes tingkat bantuan di kota di
seluruh AS dan di dua lusin Negara lainnya. Beberapa ukuran bantuan yang
berbeda digunakan: periset berperan sebagai seseorang yang tak sengaja
menjatuhkan penanya, orang dengan kaki diperban yang menjatuhkan kertas di
jalan, orang buta yang hendak menyebrang jalan yang ramai. Tindakan menolong
lebih sering terjadi dikota dengan kepadatan penduduk rendah (lebih sedikit
orang per mil persegi) dan dengan tingkat kejahatan yang rendah. Kota-kota
dengan penduduk yang banyak menolong adalah Rio de janeiro, Brazil, dan San
Jose di Costa Rica. Secara umum, orang di kota yang berbahasa spanyol dan
Portugis adalah sangat suka menolong. Kota dengan penduduk yang kurang suka
menolong adalah orang di Kuala Lumpur, Malaysia dan di New York City.
Ringakasanya,
risetmenunjukkan bahwa perilaku menolong berhubungan dengan ukuran kota. Tentu
saja, yang harus diingat adalah studi-studi ini hanya berhubungan dengan bantuan
kepada orang yang tak dikenal. Ada sedikit bukti bahwa penghuni kota besar
kurang membantu keluarga atau kawan. Banyak penjelasan yang diberikan untuk
meneragkn perilaku kurang membantu di kota besar terhadap orang asing ini. Di
antaranya adalah factor anonimitas kehidupan urban; kekuatan terhadap kejahatan
di kota besar; terlalu banyaknya pengalaman penghuni kota yang terus-menerus
dibombardir oleh stimuli, termasuk kehadiran orang lain; dan kemungkinan
perasaan tak berdaya saat menghadapi borikrasi urban yang tidak responsive.
Periset belum tahu penjelasan mana yang paling kuat.
No comments:
Post a Comment