Isian pembahasan Psikologi Faal dengan materi Persepsi Olfaktori ini adalah : Persepsi Olfaktori, Struktur Hidung (kelainan atau penyakit pada hidung, kerusakan otak dan dan indra-indra kimiawi), Bagian Hidung dan Fungsinya, Mekanisme Olfaktori, Sistem Olfaktori, Gangguan fungsi Penciuman.
Langsung ke pembahasan Psikologi Faal : Persepsi Olfaktori (Indra Penciuman)
A. Persepsi
Olfaktori
Indera penciuman manusia adalah hidung. Hidung adalah indera yang kita
gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang
dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan
yang masih segar dengan mudah hanya dengan mencium aroma makanan tersebut.
Penciuman adalah respons sistem olfaktori
terhadap bahan-bahan kimia yang ada di udara, yang ditarik dengan menghirup
napas melalui reseptor-reseptor dalam saluran-saluran nasal.
Olfaction
(penciuman) dan gustation (pencecapan) disebut indra kimiawi karena fungsi
keduanya adalah untuk memantau kandungan
kimia lingkungan. Olfaction (penciuman) dan gustation (pencecapan) sling
berkaitan, sebagai contoh adalah ketika manusia makan, penciuman dan pencecapan bekerja secara
serempak. Molekul-molekul makanan membangkitkan reseptor-reseptor penciuman dan
pencecapan dana menghasilkan sebuah kesan sensori terintegrasi yang disebut
flavor (rasa).
Saat baru lahir, indera penciuman
lebih kuat dari manusia dewasakarena dengan indera ini bayi dapat mengenali
ibunya. Indera penciuman manusia dapat mendetekesi 2000-4000 bau yang berbeda.
Indera penciuman merupakan alat
visera (alat dalam rongga badan) yang erat hubungannya dengan gas troin testinalis. Reseptor penciuman
merupakan kemoreseptor yang dirangsang oleh molekul larutan di dalam mukus. Reseptor
penciuman juga merupakan reseptor jauh (telereseptor). Olfaktori adalah organ
pendeteksi bau yang berasal dari makanan.
Daerah
sensitif indera pembau terletak di bagian atas rongga hidung. Struktur indera
pembau terdiri dari sel penyokong yang berupa sel epitel dan sel pembau yang
berupa neuron sebagai reseptor.
Sel pembau
memiliki tonjolan ujung dendrit berupa rambut yang terletak pada selaput lendir
hidung. Yang lainnya berupa tonjolan akson membentuk berkas yang disebut saraf
otak I (nervus olfaktorius/ saraf olfaktori). Saraf ini akan menembus tulang
tapis, masuk ke dalam otak, kemudian bersinaps dengan neuron traktus
olfaktorius pada bulbus olfaktori.
Pada
manusia, peran adaptif utama indra kimiawi adalah pengenalan rasa. Akan tetapi,
di banyak spesies lainnya, indra kimiawi juga berperan signifikan dalam
meregulasi interaksi social. Para anggota banyak spesies melepaskan pheromones
(feromon) bahan kimia yang mempengaruhi fisiologi dan perilaku conspecifics (anggota lain dari spesies
yang sama). Contohnya adalah yang dig dikemukakan oleh murphy dan Schneider
(1970) mengenai hamster jantan yang normal akan menyerang dan membunuh
jantan-jantan asing yang ditempatkan dalam koloninya, sementara mereka
mengawini dan menghamili betina-betina asing yang reseptif secara seksual. Akan
tetapi, hamster jantan yang tidak mempu mencium penyusup tidak terlibat
perilaku agresif maupun seksual. Murphy
dan Schneider mengonfirmasikan basis olfaktori perilaku agresif dan seksual
hamster melalui jalan yang sangat berliku-liku. Mereka mengolesi seekor
penyusup jantan dengan sekresi vaginal dari seekor betina yang reseptif secara
seksual sebelum menempatkan si penyusup ke dalam koloni asing; dengan demikian
mereka mengubah si penyusup dari objek pembunuhan menjadi objek pemuasan nafsu.
Contoh
lain yang terjadi pada manusia adalah bahwa manusia melepaskan feromon seksual
karena potensi finansial dan rekreasional. Banyak temuan sugestif mengenai itu
sebagai contohnya yaitu:
1.
Sensitivitas olfaktori perempuan paling tinggi ketika mereka sedang berovulasi atau hamil
2.
Siklus-siklus menstrual perempuan-perempuan yang tinggal bersama cenderung
tersinkronisasi
3.
Manusia khususnya perempuan dapat menyebutkan jenis kelamin seseorang dari bau
napas atau bau ketiaknya
4.
Manusia dapat menilai tahap siklus seseorang perempuan berdasarkan bau
vaginalnya.
Akan
tetapi, masih ada bukti langsung bahwa bau manusia dapat berfungsi sebagai
atraktan seks.
B. Struktur Hidung
Indera pembau dan indera pengecap
merupaka suatu sistem kemoreseptor yang sangat peka. Indera pembau dibangun
oleh jaringan epitel olfaktori dan sel-sel reseptor olfaktori. Sel olfaktori merupakan
sel-sel saraf yang terdapat didalam lapisan mukus atau lendir jaringan epitel
rongga hidung bagian atas. Reseptor olfaktori memiliki rambut-rambut olfaktori
yang terbenam pada lapisan mukus. Rambut-rambut olfaktori merupakan penonjolan
dari dendrit, sedangkan ujung yang lainnya merupakan akson membentuk sinapsis
dengan sel saraf lain di dalam bulbus olfaktori (otak). Pada rambut-rambut
olfaktori terdapat protein reseptor bau.
sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5bloGVpLxiPDQhaB1yx-EzNo1VfvMmEtXhhwB8edFw9usHtAcDlISeiqgBTyEQjuRgyVKdsi3mHChvPPQqiVkjDEzcr7XuFILGPGfoWtFQho9oN8wfvjyqZXRhAui-Ai56E5zYd7wgls/s1600/Hidung1.jpg
Bau
bahan kimia yang terhirup bersama udara (berupa gas) tidak langsung naik ke
bulbus olfaktori, melainkan berdifusi di dalam lapisan mulkus dan berikatan
dengan reseptor pada dendrit. Selanjutnya sel-sel reseptor olfaktori teransang
dan menimbulkan impuls-impuls saraf yang kemudian dikirim oleh saraf olfaktori
ke pusat penciuman (otak). Di otak informasi bau diolah atau diterjemahkan
sehingga menimbulkan sensasi bau.
Otak dapat mengingat aroma tertentu karena
tabung olfaktori berhubungan langsung dengan pusat emosi dan memori di otak.
Misalnya, saat mencium bau parfum tertentu kita akan ingat pada seseorang yang
pernah memakai parfum tersebut.
a. Kelainan Atau Penyakit Pada Hidung
Kelainan pada indera pembau anosmia
adalah hilangnya atau berkurangnya kemampuan untuk
membau. Hipersomnia adalah pembau yang berkelebihan tetapi kelainan ini
jarang terjadi. Disosmia adalah berubahnya pembau yang menyebabkan
penderita merasa membau bau yang tidak enak.
b.
Kerusakan otak dan indra-indra
kimiawi
Anosmia
adalah Ketidakmampuan untuk mencium. Penyebab neurologis paling lazim adalah pukulan
di kepala yang menyebabkan displacement otak dalam tenkorak dan memotong
saraf-saraf olfaktori yang berjalan melalui cribiform plate (pelat sribriform).
C. Bagian-bagian Hidung dan Fungsinya
Hidung dibagi menjadi dua bagian
rongga yang sama besar yang disebut dengan nostril. Dinding pemisah disebut
septum, yang terbuat dari tulang yang sangat tipis. Rongga hidung dilapisi
denganrambut dan membran yang mensekresi lendir lengket.
Rongga hidung (nasal cavity)
berfungsi untuk mengalirkan udara dari luar ke tenggorokan menju paru-paru.
Rongga hidung ini dihubungkan dengan bagian belakang tenggorokan. Rongga hidung
dipisahkan oleh langit-langit mulut kita yang disebut dengan polate.
Mucous
membran berfungsi menghangatkan udara dan melembabkannya. Bagian ini membuat
lendir/ ingus yang berguna untuk menangkap debu, bakteri, dan partikel lainnya
yang membahayakan paru-paru. Reseptor olfaktorius terletak di bagian khusus
mukosa hidung dan berpigmen kekuning-kuningan. Tiap reseptor olfaktorius
merupakan satu neuron. Membran mukosa olfaktorius merupakan tempat di dalam
badan dengan susunan saraf terdekat ke dunia luar. Neuron mempunyai dendrit
pendek dan tebal dengan ujung yang membesar dinamakan batang olfaktorius. Dari
batang ini, silia diproyeksikan ke permukaan mukus. Silia merupakan prosesus
yang tidak bermielin. Membran mukosa olfaktorius selalu ditutupi oleh mukus
yang dihasilkan oleh glandula bowman yang beradadi bawah lamina basalis.
Zat
yang memiliki sifat bau berupa uap atau gas mencapai reseptor bau. Zat ini
dapat larut dalam lendir pada selaput lendir hidung sehingga terjadi pengikatan
zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian timbul implus yang dijalarkan
dari saraf olfaktori ke olfaktorius, lalu menuju otak untuk:
1. Diinterpretasikan di korteks otak
pada daerah pembau primer
2. Dihubungkan dengan pusat lainnya
(misal, dengan pusat muntah)
3. Disimpan di korteks otak sebagai
memori
Target implus yang disampaikan di
otak adalah:
1. Membedakan bau pada korteks
olfaktori primer dan area asosiasi olfaktori
2. Sistem limbik dimana implus
(sinyal olfaktori) mengaktifkan emosi/ perilaku yang berhubungan dengan bau
3. Pusat hipotalamik, pengatur
makanan, reseptor otonom, dan kontrol hormon terutama hormon reproduksi
4. Formasi retikular
D.
Mekanisme
Olfaktori
Sensasi bau diterima oleh
berjuta reseptor neuron olfaktori di dalam mukosa hidung.Mukosa olfaktori juga terdiri atas sel pendukung dan kelenjar
Bowman, yang mensekresi mantel mulkus. Mucus penting, sebab hanya bau yang
larut dalam mukosa yang dapat merangsang neuron olfaktori. Dendrit neuron
olfaktori berakhir dalam sillia khusus, tempat bau yang ditransduksi. Molekul
bau diikat oleh protein reseptor dalam sillia, menyebabkan depolarisasi neuron
olfaktori. Neuron olfaktori mempunyai masa hidup singkat (1-2 bulan), kemudian
mengalmai degenerasi, ia terbentuk kembali dari sel basal mengalami proses
pembelahan dan diferensiasi.
E.
Sistem
Olfaktori
Reseptor-reseptor
olfaktori
berlokasi dibagian atas hidung, melekat pada lapisan jaringan tertutup lendir
yang sering disebut dengan olfactory mucosa (mukosa olfaktori). Dendrit-dendrit
mereka berlokasi di saluran-saluran nasal dan akson-aksonnya melalui sebuah
bagian porus di tulang tengkorak (cribriform plate) dan memasuki olfactory
bulbs (bulbus olfaktori), yang bersinapsis pada neuron-neuron yang berproyeksi
melalui traktus alfaktori ke otak.
Setiap
traktus olfaktori berproyeksi ke beberapa struktur lobus temporal medial,
termasuk amigdala dan korteks piriform (sebuah daerah korteks
temporal media yang berdekatan dengan amigdala. System olfaktori adalah
satu-satunya system yang jalur sensori utamanya mencapai korteks serebral tanpa
harus terlebih dulu melalui thalamus.
Dua jalur olfaktori utama meninggalkan daerah
piriform-amigdala. Yang satu berporyeksi secara menyebar ke system limbic, yang
lain berproyeksi melalui nuclei dorsal medial thalamus ke korteks orbitofrontal
(daerah korteks di permukaan inferior lobus frontal, disebelah orbits (lekuk
mata)). Proyeksi limbilk memediasi resposn emosional terhadap bau. Proyeksi
orbifrontal talamik memediasi persepsi yang disadari terhadap bau. Di bawah ini
adalah gambar mengenai sistem olfaktori.
F.
Gangguan Fungsi
Penciuman atau Pembauan
Rasa
penciuman dapat menguat atau meningkat pada keadaan lapar, dan melemah atau
menurun pada keadaan pilek, usia lanjut, dan perokok. Kemampuan untuk menghidu
(penciuman/pembauan) yang normal disebut normosmia.
Gangguan
fungsi penciuman dapat disebabkan oleh gangguan saraf olfaktorius maupun
penyakit hidung lokal. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan hilangnya
penciuman (anosmia), atau berkurangnya penciuman (hiposmia). Seseorang yang
menderita anosmia kadang-kadang tidak menyadari bahwa penciumannya terganggu,
mereka mengelauh bahwa mereka tidak dapat lagi menikmati lezatnya (enaknya)
makanan. Rasa “lezat” merupakan kombinasidari fungsi penciuman dan pengecapan.
Selain
gangguan di atas, terdapat beberapa gangguanlain yang berhubungan dengan fungsi
penciuman, yaitu:
·
Parosmia : tidak dapat mengenali
bau-bauan, salah-hidu.
·
Kakosmia : mempersepsi adanya bau
busuk, padahal tidak ada.
·
Halusinasi penciuman : biasanya
berbentuk bau yang tidak sedap, dapat dijumpai pada serangan epilepsi
yang berasal dari girus unsinat pada lobus temporal.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment