Dari
beberapa buku didapat beberapa definisi self-esteem yang dirumuskan para ahli, di antaranya sebagai berikut :
Santrock
(1995) mendefinisikan self-esteem atau harga diri adalah
dimensi evaluative global dari diri. Harga diri juga diacu sebagai nilai diri atau citra diri. Seseorang individu dapat merasa bahwa ia tidak hanya sebagai seorang manusia tetapi juga sebagai seorang manusia yang berharga.
dimensi evaluative global dari diri. Harga diri juga diacu sebagai nilai diri atau citra diri. Seseorang individu dapat merasa bahwa ia tidak hanya sebagai seorang manusia tetapi juga sebagai seorang manusia yang berharga.
Frey
dan Carlock (1984) mengungkapkan mengenai self-esteem :
“Self-esteem adalah suatu
pengevaluasian, mengacu pada hal negative, hal positif, hal netral, penilaian
ambigu yang mana self-esteem
merupakan bagian dari self-concept.”
Sedangkan
Johnson dan Swindley (1999) secara singkat menjelaskan bahwa :
“Self-esteem adalah perasaan berharga
mengenai diri sendiri; nilai yang ada di dalam diri.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Minchinton (1993),
“Self-esteem
adalah nilai yang ada pada diri kita. Self-esteem
merupakan penilaian dari keberhargaan diri sebagai manusia, bersadarkan pada
setuju atau tidak setuju dari diri kita dan perilaku kita.”
Terlihat bahwa secara umum konsep self-esteem berkaitan erat dengan unsur penilaian. Berne dan
Sarvary (1988) menambahkan lebih lanjut bahwa harga diri merupakan suatu penilaian seseorang terhadap dirinya
sendiri, bisa menimbulkan perasaan percaya diri tetapi juga bisa menyebabkan
perasaan rendah diri.
Goble (1987), menjelaskan bahwa harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi,
penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan.
Konsep self-esteem seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya oleh Frey dan Carlock berkaitan juga dengan Konsep Diri. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hurlock (1980), self-esteem merupakan salah satu
komponen Konsep Diri, tepatnya
komponen sikap individu terhadap dirinya sendiri. Jadi self-esteem merupakan
bagian dari Konsep Diri seseorang.
Misalnya, dua orang mungkin sama-sama memiliki Konsep Diri bahwa wajahnya berjerawat
dan bertubuh gendut. Namun yang satu dapat menganggap hal itu sebagai sesuatu
yang biasa saja, sementara yang satunya lagi merasa tidak senang dengan
keadaannya tersebut. Hal ini jelas menunjukkan bahwa adanya penilaian yang
berbeda-beda pada setiap individu wapaupun perbedaannya relative sama. Perasaan
berharga atau tidak berharga, suka atau tidak suka yang ditimbulkan dari
penilaian itulah yang disebut self-esteem. Coopersmith (1967)
dalam Gilmore (1974) mengemukakan bahwa :
“By self-esteem we refer to the evaluation
which the individual makes and customarily maintains with regard to himself; it
expresses an attitude of approval or disapproval, and indicates the extent to
which the individual believes himself to be capable, significant, successful,
and worthy. In short, self-esteem is
a personal judgment of worthiness that is expressed in the attitudes the
individual hold toward himself. It is subjective experience which the
individual conveys to others by verbal reports and other overt expressive behavior.”
Dari uraian di atas terlihat bahwa self-esteem mengindikasi pada diri individu menilai
seberapa jauh ia meyakini bahwa dirinya merupakan pengalaman subjektif yang
disampaikan kepada orang lain dalam bentuk kata-kata maupun perilaku ekspresif
lainnya.
Untuk menerangkan self-esteem seseorang, menurut
Branden (2001), harga diri merupakan
perpaduan antara kepercayaan diri (self-confidence)
dan penghormatan diri (self-respect).
Harga diri menggambarkan keputusan
seseorang secars implicit atas kemampuannnya dalam mengatasi
tantangan-tantangan kehidupan dan hak-haknya untuk menikmati kebahagiaan.
Seseorang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri serta lebih mampu, maka ia juga
lebih produktif. Harga diri yang
stabil, karenanya juga yang paling sehat, tumbuh dari penghargaan yang wajar
dari orang-orang lain, bukan karena nama, kemahsyuran, serta sanjungan kosong
(Goble,1987). Branden (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif
antara harga diri yang sehat dengan
karakter orang lain yang secara langsung mendukung pencapaian dan kebahagiaan
seseorang. Harga diri yang sehat
juga berhubungan dengan rasionalitas, realistis, intuitif, kreatif, mandiri,
fleksibel, kemampuan untuk mengelola perubahan, keinginan untuk mengakui
kesalahan, kebaikan, dan sikap kooperatif. Sedangkan harga diri yang tidak sehat berhubungan dengan ketidakrasionalan,
tidak realistis, keras kepala, takut terhadap sesuatu yang baru, memberontak,
mengeluh, berlebihan, atau memusuhi orang lain.
Self-esteem ditinjau dari kondisinya dibedakan dalam dua kondisi,
yaitu strong (kuat) dan weak (lemah). Orang yang mempunyai self-esteem
yang kuat akan mampu membina relasi yang baik dan sehat dengan orang lain,
bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang berhasil. Ciri-ciri
orang yang memiliki self-esteem
yang kuat adalah:
1.
Self Confidence (percaya
diri)
Menghadapi
segala sesuatu dengan penuh percaya diri dan tidak mudah putus asa.
2.
Goal Oriented (mengacu
hasil akhir)
Ketika
ingin melaksanakan sesuatu selalu memikirkan langkah-langkah yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuannya itu dengan memikirkan segala konsekuensi
yang diperkirakan akan muncul serta memikirkan alternatif lainnya untuk
mencapai tujuan tersebut.
3.
Appreciate (menghargai)
Merasa
cukup dan selalu bisa menghargai yang ada disekelilingnya serta dapat membagi
kesenangannya dengan orang lain.
4.
Contented (puas/senang)
Bisa
menerima dirinya apa adanya dengan segala kelemahan dan kelebihannya serta
mempunyai toleransi yang tinggi atas kelemahan orang lain dana mau belajar dari orang lain.
Sebaliknya individu yang memiliki self-esteem yang lemah memiliki citra diri negative dan Konsep Diri yang buruk. Semuanya akan
menjadi penghalang kemampuannya sendiri dalam membentuk satu hubungan antar
individu agar nyaman dan baik untuk dirinya. Bahkan seringkali menghukum
dirinya sendiri atas ketidakmampuannya dan terlarut dalam penyesalan. Sikap
yang tidak tegas dalam melakukan berbagai tindakan akibat adanya rasa takut
membuat orang lain tersinggung, merasa diperintah atau digurui yang membuat
diri menjadi benci dan merasa dikucilkan.
Adapun cirri-ciri orang yang memiliki self-esteem
yang lemah, adalah:
1. Critical (selalu mencela), yaitu biasanya selalu
mencela orang lain, banyak keinginannya dan seringkali tidak terpenuhi, senang
memperbesar masalah-masalah kecil dan seringkali tidak mau mengakui
kekurangannya.
2. Self centered (mementingkan diri sendiri), yaitu
biasanya egois, tidak peduli dengan kebutuhan orang lain atau perasaan orang
lain, segala sesuatunya berpusat pada dirinya sendiri, tidak ada tenggang rasa
dengan lainnya yang akhirnya berakibat bisa menjadi frustasi. Perilaku ini akan
menjauhkan dirinya dan orang-orang disekelilingnya.
3. Cynical (sinis/suka mengolok-olok), yaitu senang
meledek orang lain dengan omongan yang sinis, sering menyalahartikan pemikiran,
kegiatan, kebaikan seta niat baik orang lain sehingga orang lain juga tidak
senang kepadanya.
4. Diffident
(malu-malu), yaitu menyangkal atas semua kelemahannya, tidak pernah bisa
membuktikan kelebihannya dan seringkali gagal dalam melakukan sesuatu. Hal-hal
serta kesalahan kecil seringkali diperhitungkan terlalu serius dan dilihat
sebagai bukti ketidakmampuan dirinya. Walaupun memiliki bakat dan kemampuan
seperti orang lain, tapi gagal untuk bisa memperlihatkan tanggung jawabnya dan
juga gagal dalam memanfaatkan kelebihannya karena sudah membayangkan kegagalan
yang ada dihadapannya.
Aspek-aspek
dalam Self-esteem
Minchinton
(1993) dalam bukunya yang berjudul Maximun
Self-esteem menguraikan tiga
aspek dari self-esteem, yaitu :
1. Perasaan tentang diri sendiri
Seorang individu menerima apapun yang ada pada
dirinya, merasa nyaman dengan dirinya, apapun keadaannya. Self-esteem yang tinggi digambarkan dengan penerimaan diri oleh
individu tersebut dan mengapresiasikan nilai-nilai sebagai manusia seutuhnya. Self-esteem yang rendah terbentuk dari
keyakinannya bahwa dirinya memiliki keberhargaan diri yang kecil, sehingga
membuat individu tersebut takut untuk mencoba suatu hal.
2. Perasaan tentang kehidupan
Self-esteem tinggi dinyatakan dengan menerima tanggung jawab dan
memiliki perasan untuk mengontrol setiap bagian dari kehidupan. Seseorang tidak
menyalahkan dirinya sendiri atas semua permasalahan. Individu tersebut membuat
harapan yang realistis dan tujuan yang dapat diraih. Self-esteem yang rendah terwujud dari kehidupan dan apa yang ada
didalamnya sering diluar kendali. Seseorang dengan self-esteem yang rendah selalu merasa tidak berdaya dan lemah.
3. Hubungan dengan orang lain
Individu dengan self-esteem
tinggi memiliki toleransi dan menghormati setiap orang. Tidak memaksa
menanamkan keyakinan-keyakinan atau nilai-nilai yang ia miliki pada orang lain
karena ia tidak membutuhkan penerimaan dari orang lain untuk membuatnya merasa
berguna. Self-esteem rendah
mencerminkan kekurangan kehormatan yang mendasar untuk orang lain. Tidak
bertoleransi kepada orang lain dan yakin orang lain akan mengikuti kemauannya.
Branden (2007), menggunakan istilah 6 pilar Self-esteem dalam menjelaskan
aspek-aspek dari self-esteem. Enam
pilar tersebut, yaitu :
1. Menjalani hidup penuh kesadaran.
Secara sadar dan peka terhadap segala sesuatu yang
menjadi bagian dari tingkah laku, tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan sasaran hidup
sebaik mungkin apapun dengan kemampuan yang dimiliki oleh kita sesuai dengan
apa yang kita lihat dan ketahui.
2. Penerimaan Diri.
Penolakan terhadap hubungan yang tidak menguntungkan
bagi diri individu, yaitu dengan menerima, berprihatin dengan tidak mendorong
perilaku yang tidak diinginkan tetapi mengurangi terjadinya pengulangan.
3. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri
Bertanggung awab agar tercapainya keinginan,
pilihan-pilihan , perbuatan, tingkah laku , kebahagiaan diri, menerima pilihan
nilai-nilai yang dianut seseorang, dan meningkatkan rasa percaya diri.
4. Bertindak tegas.
Kesedian untuk tegas terhadap prinsip diri sendiri,
menadi diri sendiri secara terbuka, dan membawa diri dengan penuh menghargai
terhadap hubungan antar manusia.
5. Menjalani hidup penuh makna atau tujuan.
Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk pencapaian
sasaran hidup yang sudah dipilih; sasaran belajar, menghidupi keluarga,
bekerja, memulai usaha baru, menyelesaikan masalah, menjaga hubungan
keharmonisasian.
6. Integritas personal.
Integritas dari harapan-harapan kita sendiri,
kepercayaan, kualitas hidup, keyakinan, dan perilaku.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Self-esteem
Pernyataan Coopersmith dalam Goble (1987) memberikan penjelasan bahwa self-esteem berkaitan juga dengan
harapan-harapan seseorang. Sejumlah orang memiliki harapan yang terlalu tinggi
dibandingkan dengan kemampuan nyata mereka, dan walaupun penampilan mereka itu
baik di mata orang-orang lain, namun kurang memuaskan di mata mereka sendiri.
Tidak terlalu mengherankan bahwa individu yang memiliki self-esteem tinggi biasanya berasal dari orang tua yang juga
memiliki self-esteem tinggi, namun
menurutnya juga hubungan ini tidak bisa terlalu dipastikan.
Menurut
Brecht (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem adalah sebagai berikut :
1. Orang Tua
Orang tua adalah sumber yang sangat mempengaruhi
kualitas self-esteem anak-anaknya.
Dengan maksud-maksud yang baik, banyak orang tua yang penuh perhatian dan kasih
sayang sebenarnya justru merusak self-esteem
anak-anak mereka tanpa mereka sadari.
Menurut Coopersmith dalam Goble (1987),
keluarga-keluarga mandiri mengungkapkan perbedaan-perbedaan pendapat ataupun
ketidaksetujuan secara terbuka cenderung memiliki keyakinan-keyakinan yang
teguh, tetapi juga mampu dan tegas dalam memimpin . Mereka tidak akan pernah
menoleransikan perlakuan-perlakuan yang sembrono atau tidak sopan.
2. Tingkah Laku Sosial
Dengan siapa seorang individu bergaul dapat sangat
mempengaruhi self-esteem. Self-esteem dapat ditingkatkan melalui
kelompok, teman-teman, yang menerima diri kita apa adanya (Brecht, 2000).
3. Budaya
Myers (1999) menggarisbawahi ada peran budaya dalam
pembentukan pandangan individu terhadap dirinya. Budaya kolektivisme, dalam hal
ini di Indonesia di mana budaya menangis hanya dimiliki oleh kaun perempuan
dibandingkan kaum laki-laki sangat mempengaruhi pandangan seseorang tentang
dirinya.
4. Prestasi
Jika seseorang individu telah mengembangkan suatu pola
tertentu untuk berprestasi dalam sejumlah bidang, maka ia cenderung akan
percaya bahwa dirinya mampu, bisa, dan akan merasa senang dengan dirinya.
Kemampuan untuk menetapkan tujuan yang realistis dan penghargaan terhadap diri
sendiri apa setiap langkah pencapaiannya juga merupakan pendorong meningkatnya self-esteem.
5. Diri Sendiri
Sumber paling penting yang mempengaruhi self-esteem adalah diri sendiri.
Seorang individu dapat meningkatkan atau menurunkan harga dirinya kapanpun ia inginkan (Brecht, 2000). Hal ini sejalan
dengan pendapat yang diungkapkan oleh Branden (2001), jika harga diri merupakan penilaian bahwa, suatu pikiran yang meyakini
dirinya sendiri, maka tidak seorang pun yang dapat membangkitkan pengalaman
seperti ini kecuali diriku sendiri.
SEBELUMNYA KONSEP DIRI
SEBELUMNYA KONSEP DIRI
No comments:
Post a Comment