Albert
Bandura (1997) mengenalkan suatu konsep yang disebut dengan self-efficacy atau kemanjuran diri.
Konsep ini sesungguhnya merupakan versi ilmuan tentang hikmah dibalik
kekuatan berpikir positif. Keyakinan yang optimistic terhadap kemampuan diri kita akan memberikan banyak keuntungan. Orang yang memiliki perasaan self-efficacy yang kuat adalah orang yang lebih tangguh, tidak gampang cemas dan depresi, hidup lebih sehat, lebih focus kepada hidup, dan lebih sukses secara akademis (Myers, 2001:50-51).
kekuatan berpikir positif. Keyakinan yang optimistic terhadap kemampuan diri kita akan memberikan banyak keuntungan. Orang yang memiliki perasaan self-efficacy yang kuat adalah orang yang lebih tangguh, tidak gampang cemas dan depresi, hidup lebih sehat, lebih focus kepada hidup, dan lebih sukses secara akademis (Myers, 2001:50-51).
Self-efficacy (kemanjuran diri) adalah
kepercayaan orang-orang terhadap kemampuan mereka untuk melakukan cara-cara
tertentu yang memungkinkan mereka mengontrol semua peristiwa yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Keyakinan effikasi merupakan dasar tindakan manusia dalam
kehidupan sehari-hari di tengah-tengah pergaulan sosial (Bandura, 2000:212-213)
:
Pertama,
melalui mastery experiences. Cara inilah yang paling efektif dalam membangun self-efficacy yang baik. Hal ini dapat
dijelaskan karena kesuksesan dapat membangun kepercayaan terhadap kemanjuran
nya. Jika seseorang meraih kesuksesan dengan cara yang mudah maka dia akan
mudah terpukul karena kegagalan . Mengembangkan rasa tabah terhadap kemampuan
diri memerlukan pengalaman dalam mengatasi berbagai hambatan melalui usaha yang
tekun.
Kedua,
menciptakan dan memperkuat kepercayaan terhadap kemanjuran personal dapat
dilakukan melalui social modeling (peniruan sosial). Jika seseorang melihat
orang lain seperti dirinya bisa meraih kesuksesan melalui usaha yang berkesinambungan
untuk meraih kesuksesan seperti orang tersebut. Sebaliknya, bila yang diamati
adalah kegagalan orang lain, hal ini dapat menanamkan keraguan terhadap
kemampuannya untuk menguasai aktivitas yang sama. Model yang kompeten dapat
pula membangun effikasi (kemanjuran) dengan menyampaikan pengetahun dan
keahlian untuk mengatur tuntutan lingkungan.
Ketiga,
persuasi atau bujukan sosial. Jika seseorang dibujuk bahwa ia memiliki semua
potensi dan kemampuan untuk meraih kesuksesan maka mereka ia akan mengerahkan
usaha yang lebih banyak ketika menghadapi suatu masalah. Para ahli persuasi
sosial yang efektif melakukan lebih banyak hal ketimbang sakadar menyuntikkan
keyakinan kepada seseorang seseorangtentang kemampuannya.
Keempat,
orang-orang bersandar pada kondisi fisik dan emosi dalam memutuskan kemampuan
mereka. Mereka membaca tekanan, kecemasan, dan depresi sebagai tanda
ketidakmampuan personal. Dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan kekuatan dan
stamina, mereka menafsirkan kejenuhan dan penderitaan sebagai indicator
kemanjuran fisik yang lemah.
Persepsi
tentang adekuasi dan self-efficacy
seseorang dapat menguatkan diri atau menghancurkan diri. Pola-pola konsekuensi
dari self-efficacy, baik yang
positif maupun negative terdiri dari atribusi penyebab, ketidakberdayaan dan
penguasaan.
Model
motivasi umum mengandaikan bahwa kepercayaan self-efficacy yang positif akan mengarah kepada pilihan untuk
terlibat dalam berbagai tugas yang menantang (misalnya, meneruskan dalam
mengambil mata kuliah statistic lanjutan ketika hal itu tidak dipersyaratkan),
kualitas atau tingkat keterlibatan dalam tugas tertentu (berusaha
sungguh-sungguh, tingkat usaha yang tinggi) dan bertahan melaksanakan tugas
walaupun harus berhadapan dengan banyak kesulitan. Penelitian yang menghubungkan
self-efficacy dengan pembelajaran
menyatakan bahwa hal itu bukan sekadar kualitas keterlibatan atau usaha dalam
tugas, tetapi juga kualitas keterlibatan dalam sifat pemrosesan kognitif yang
mengarah kepada kinerja dan prestasi (Pintrich, 2000:23)
Locus of
Control
Locus of Control merupakan konstruk
yang sangat tua dalam bidang penelitian psikologi kepribadian dan sosial selama
tahun 1970-an dan tahun 1980-an. Konstruk ini bersumber pada teori belajar
sosial yang dikemukakan oleh Julian Rotters. Menurut Rotter, Locus of Control adalah perasaan
seseorang bahwa apa yang terjadi pada dirinya dikendalikan oleh kekuatan eksternal
dari satu jenis atau jenis lain, sementara orang lain merasa bahwa apa yang
terjadi padanya secara garis besar dikendalikan oleh usaha dan keahliannya
sendiri (Myers, 2001: 51-52) . Jika sesorang mempercayai bahwa ia mengontrol
tujuannya sendiri maka kondisi tersebut disebut lokus control internal .
Sebaliknya, jika seseorang meyakini bahwa nasib, tujuan keberhasilannya ditentukan
oleh kesempatan dan kekuatan di luar dirinya maka kondisi itu disebut lokus
control eksternal.
Julian
Rotters berpendapat bahwa perilaku dapat diramalkan dari nilai yang dianut
seseorang dan mendapatkan penguatan, harapannya tentang dampak perilaku
tertentu terhadap munculnya penguatan tersebut dan sifat dari situasi yang ada.
Misalnya, para mahasiswa yang sedang mempelajari perilaku dapat diramalkan dari
pengetahuan tentang nilai yang mereka tempatkan atas kesuksesan kuliah, harapan
mereka bahwa belajar meningkatkan kemungkinan untuk sukses dan respon dosen
terhadap usaha-usaha mereka tersebut (Lecfourt, 2000: 68).
Dalam
teori belajar sosial , lokus control merupakan suatu harapan umum yang
menyangkut persepsi terhadap hubungan sebab akibat antara perilaku dan
pengalaman yang menguatkan. Lokus control sama dengan suatu kepercayaan atau
suatu sikap yang dianut seseorang mengenai efektivitas perilakunya untuk meraih
hasil yang diinginkan. Kaum fatalis yang percaya bahwa mereka dapat melakukan
sedikit hal untuk mengubah sifat pengalaman mereka dianggap sebagai orang-orang
yang memiliki lokus control eksternal . Sebaliknya, jika ada orang-orang
tertentu yang percaya bahwa apa yang dialami mencerminkan usaha, karakteristik
personal , dan usaha mereka sendiri maka disebut sebagai orang-orang yang telah
mengembangkan lokus control internal. Mereka beranggapaan bahwa apa yang mereka
raih saat ini adalah hasil jerih payah dan tindakan mereka sendiri (Lecfourt,
2000:68).
Belajar
Ketidakberdayaan
Dimensi lain dari persepsi control diri juga dikemukakan oleh Martin
Seligman (1991) yaitu helplessness
learning (belajar ketidakberdayaan). Menurutnya, orang-orang yang mengalami
depresi atau penindasan , sebagai contoh , berubah menjadi pribadi yang pasif
karena mereka percaya bahwa usaha mereka tidak akan berpengaruh sama sekali
terhadap diri mereka untuk keluar dari masalah yang dihadapi. Belajar
ketidakberdayaan dan penarikan diri yang dipelajari ketika seseorang atau hewan
mempersepsi tidak ada control dirinya terhadap berbagai peristiwa buruk yang
menimpanya.
SEBELUMNYA HARGA DIRI ATAU SELF-ESTEEM
SEBELUMNYA HARGA DIRI ATAU SELF-ESTEEM
No comments:
Post a Comment