A. Pengukuran Sikap
Sikap, sebagaimana aspek-aspek
psikologis lainnya, juga bisa diukur. Asumsi pengukuran Sikap yang paling mendasar adalah
bahwa sesuatu yang ada tentu akan eksis, sesuatu yang eksis tentu bisa diukur (Faturrachman, 2006). Berbagai teknik dan metoda telah dikembangkan oleh para ahli guna mengungkap Sikap manusia dan memberikan intervensi yang valid (Louis Thurstone, dalam Saifudin Azwar, 1995)
sumber : staypublichealth.blogspot.com
bahwa sesuatu yang ada tentu akan eksis, sesuatu yang eksis tentu bisa diukur (Faturrachman, 2006). Berbagai teknik dan metoda telah dikembangkan oleh para ahli guna mengungkap Sikap manusia dan memberikan intervensi yang valid (Louis Thurstone, dalam Saifudin Azwar, 1995)
Berikut ini adalah uraian
mengenai beberapa diantara metode-metode pengungkapan Sikap yang secara historic telah dilakukan orang :
a. Observasi Perilaku
Untuk dapat mengetahui Sikap
seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku
merupakan salah satu indicator setiap individu. Pengukuran dengan metode ini
dilakukan dengan mengamati tindakan yang ditampilkan. Teknik observasi yang dapat
dilakukan adalah observasi secara langsung maupun tidak langsung dengan
perilaku. Meskipun dengan pengamatan bisa dilakukan untuk pengukuran Sikap, tetapi metode ini memiliki
akurasi yang kurang tinggi. Untuk mengantisipasi validitas yang rendah, metode
ini biasanya digabungkan dengan metode lain. Hasil dari pengamatan/observasi
lebih banyak digunakan sebagai data pendukung. Validitas yang rendah dari
teknik ini disebabkan oleh sifat/karakteristik dari Sikap itu sendiri, yaitu masih bersifat laten. Sehingga apa yang
ditampilkan belum tentu mencerminkan apa yang melatarnelakanginya atau
predisposisinya.
b. Pertanyaan Langsung
Asumsi yang mendasari metode ini yaitu untuk mengungkap Sikap bahwa individu adalah pihak yang
paling tahu mengenai dirinya.
c. Pengukuran Terselubung
Metode pengukuran terselubung sebenarnya berorientasi ke
metode observasi perilaku, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi
perilaku yang tampak disadari dan disengaja dilakukan seseorang akan tetapi
reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang tersebut. Contoh
pengukuran yang menggunakan metode ini adalah teknik “Bogus Pipeline” yang
bertujuan untuk meyakinkan subjek bahwa jawaban yang dikemukakan akan diketahui
kejujurannya, sehingga ia akan berusaha untuk menjawab secara jujur. Pada
prinsipnya alat ini tidak sungguh-sungguh dapat mengukur kejujuran, tetapi
lebih berfungsi sebagai pendorong agar menjawab secara jujur.
d. Pengungkapan Langsung
Dalam hal ini responden diminta menjawab langsung suatu
pernyataan Sikap tertulis dengan
memberi suatu tanda setuju, penyajian dan pemberian respon yang dilakukan
diusahakan untuk individu menyatakan Sikap
secara lebih jujur dengan cara tidak perlu menuliskan nama dan identitasnya.
Ada beberapa bentuk yang dikembangkan dari teknik ini, pengukuran dengan teknik
ini menggunakan bentuk skala, yaitu alat pengukuran yang disusun dengan teknik
ilmiah.
1.
Self-rating scale.
Skala ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan evaluative terhadap suatu topic
tertentu. Untuk masing-masing pertanyaan disediakan juga jawaban sedemikan rupa
sehingga responden tinggal memilih satu kemungkinan jawaban yang tersedia.
2.
Skala likert. Skala yang diperkenalkan oleh Rensis
Likert pada tahun 1932. Model ini juga menyediakan pilihan jawaban bagi subjek
yang akan diukur Sikapnya.
Perbedaannya terletak pada tipe jawaban yang tersedia, yaitu terbatas pada
tingkat persetujuan terhadap pernyataan yang ada. Pada skala Likert bukan
pertanyaan yang diminta untuk dijawab, tetapi juga pernyataan.
3.
Bedaan semantic (semantic
differential). Dengan menggunakan model ini, responden diminta untuk
menilai suatu objek atau konsep pada suatu skala yang mempunyai dua kata Sikap yang berlawanan. Menurut Osgood,
skala bipolar ini mengandung tiga unsur, yaitu evaluasi, unsur potensi, dan
unsur aktivitas dari objek atau konsep yang akan diukur.
4.
Jarak social (social
distance) dari Bogardus. Skala ini awalnya digunakan untuk menentukan
kemungkinan perlakuan suatu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda (baik
secara etnik, gender, ras, agama maupun hal lainnya
B. Pembentukan dan Perubahan Sikap
Sikap tidak terbentuk dan tidak terjadi
dengan sendirinya, pembentukannya berlangsung dalam interaksi social dengan
orang lain dan berkaitan dengan objek tertentu. Interaksi social di dalam
kelompok maupun di luar kelompok dapat mengubah Sikap atau membentuk Sikap
yang baru. Interkasi di luar kelompok adalah interaksi dengan hasil buah
kebudayaan manusia melalui media komunikasi seperti surat kabar, radio,
televise, buku, serta media lainnya.
Factor lainnya adalah factor internal di dalam diri
pribadi manusia itu, yaitu selektivitasnya sendiri, daya pilihnya sendiri, atau
minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang dating
dari luar dirinya. Factor internal ditentukan pula oleh motif-motif dan Sikap lainnya yang sudah terdapat dalam
diri pribadi orang itu. Jadi, dalam pembentukan dan perubahan Sikap itu terdapat factor internal dan
factor eksternal pribadi individu yang memegang peranannya.
v
Factor
Internal
Pengamatan dan penangkapan manusia terhadap stimulus social
melibatkan suatu proses pilihan diantara seluruh rangsangan yang ada di luar
kita, pada setiap saat dalam kehidupan kita. Suatu pilihan diantara berbagai
rangsangan yang kemudian kita perhatikan dan tafsirkan dengan lebih mendalam.
Pilihan tersebut berhubungan erat dengan motif-motif dan Sikap-Sikap yang bekerja di dalam diri kita pada waktu itu dan yang
mengarahkan minat perhatian kita terhadap objek-objek tertentu diantara
keseluruhan objek yang mungkin kita perhatikan pada waktu itu. Selektivitas
dalam pengamatan berlangsung karena individu manusia tidak dapat memperhatikan
semua rangsangan yang dating dari lingkungannya dengan taraf perhatian yang
sama. Contoh : apabila seseorang sedang sangat lapar ia akan lebih memperhatikan
rangsangan dari lingkungan yang dapat membawakan orang itu kepada pemuasan dari
kelaparan itu daripada rangsangan yang tidak berhubungan dengan kebutuhan akan
makanan tersebut.
v
Faktor
Eksternal
Dalam pembentukan dan perubahan Sikap, selain factor-faktor internal terdapat pula factor-faktor
eksternal antara lain sifat, isi pandangan baru yang ingin diberikannya itu,
siapa yang mengemukakannya dan siapa yang menyokong pandangan baru tersebut,
dengan cara bagiamana pandangan itu diterangkan, dan dalam situasi bagaimana Sikap baru itu diperbincangkan (situasi
interaksi kelompok, situasi orang sendirian, dan lain lain).
Mengenai factor eksternal itu akan diuraikan beberapa hal
seperti yang dikemukakan oleh M. Sherif dalam bukunya sebagai berikut. Dengan
melihat factor-faktor eksternal, maka pada garis besarnya Sikap dapat dibentuk atau diubah.
1.
Dalam interaksi kelompok, dimana terdapat hubungan
timbal balik yang langsung antara manusia.
2.
Karena komunikasi, dimana terdapat pengaruh-pengaruh
(hubungan) langsung dari satu pihak saja.
Perubahan Sikap dapat berlangsung dalam interaksi
kelompok, tetapi dalam hal itu harus dibedakan pula dua macam interaksi
kelompok, yaitu :
1.
Perubahan Sikap
karena shifting of reference-groups.
2.
Perubahan Sikap
di dalam situasi kontak social antara dua kelompok itu.
Pada butir 2,
interaksi hanya terdiri atas hubungan antara anggota kelompok berbeda yang
berdasarkan kunjungi-mengunjungi saja. Sedangkan pada butir 1 interaksi itu
lebih lama dan lebih mendalam karena berlangsung dalam lingkungan kehidupan di
dalam satu kelompok saja.
Reference group adalah kelompok yang mempunyai
norma-norma, dan nilai-nilai social, Sikap-Sikap, dan kebiasaan bertingkah laku
yang paling sesuai bagi diri seseorang dan yang ia setujui sepenuhnya. Dengan
kata lain reference group adalah kelompok yang menjadi pegangan orang dalam
kehidupannya dimana ia merasa adanya hubungan batin mengenai norma-norma,
nilai-nilai, dan Sikap kehidupannya.
No comments:
Post a Comment