Sebuah
penelitian yang berupa penelitian kausal dapat menggunakan design penelitian
eksperimen terkontrol, quasi-experiment,
maupun ex-post facto. Dalam penelitian
eksperimental,
sumber : ojow.blogspot.com
independent variable
dapat dimanipulasi oleh peneliti. Oleh karenanya dengan memperhatikan bahwa
dalam desain penelitian terdapat variabel-variabel yang dapat dimanipulasi
sedemikian rupa oleh peneliti untuk kepentingan penelitian maka variabel pun
dapat dibagi kedalam dua jenis, yaitu :
1. Active variables :
yaitu variabel-variabel yang dapat dimanipulasi, diubah, atau dikontrol.
2. Attribute variables :
yaitu variabel-variabel yang tidak dapat dimanipulasi, diubah maupun dikontrol.
Variabel ini biasanya merupakan karakteristik dari populasi penelitian. Contohnya
adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan dan lainnya. Dengan
demikian dapat dikatakan attribute
variable ini adalah variabel yang terberi atau melekat pada subyek penelitian.
Contoh penelitian yang didalamnya dilakukan
manipulasi adalah pengaruh metode pengajaran terhadap prestasi belajar. Dalam
penelitian tersebut, maka peneliti akan memanipulasi independent variable-nya yaitu metode pengajaran menjadi beberapa
model pengajaran. Oleh peneliti, metode pengajaran akan dibagi menjadi beberapa
model dimana pada setiap modelnya akan diberikan treatmen yang berbeda. Dalam
hal ini, metode pengajaran adalah active
variable karena dapat dikontrol, diubah dan dimanipulasi oleh si peneliti.
Namun demikian, dalam penelitian tersebut juga ada variabel-variabel yang tidak
dapat dikontrol oleh peneliti, seperti usia, jenis kelamin, agama, sikap,
motivasi, persepsi dan lainnya.
Jenis Variabel Berdasarkan Unit
Pengukuran
Bila
ditinjau dari unit pengukurannya, maka terdapat dua cara untuk mengelompokkan
variabel, yaitu :
1. apakah
unit pengukurannya bersifat kategorik (contohnya dalam skala nominal dan
ordinal) atau kontinu (dalam skala interval dan rasio); dan
2. apakah unit pengukurannya bersifat kualitatif atau kuantitatif.
Variabel-variabel
tersebut kemudian diklasifikasikan sebagai kategorik dan kontinum, serta
kuantitatif dan kualitatif. Secara keseluruhan, terdapat perbedaan yang sangat
tipis antara variabel kategorik dan kualitatif, serta antara kontinum dan
kuantitatif. Variabel kategorik diukur dalam pengukuran skala nominal atau
ordinal, sedangkan pada variabel kontinum pengukuran dibuat dengan menggunakan
skala interval maupun rasio.
Variabel
kategorik adalah variabel yang dalam pengukurannya akan menghasilkan data yang
sifatnya kategorikal misalnya jenis kelamin akan menghasilkan dua kategori yaitu lelaki dan perempuan.
Contoh lainnya misalnya variabel pola asuh akan menghasilkan 3 kategori yaitu
permisif, demokratis dan otoriter. Variabel kategorik sendiri memiliki 3 jenis,
yaitu :
1. Variabel
konstanta : yaitu saat sebuah variabel hanya dapat memiliki satu nilai atau
kategori.
2. Variabel
dikotomi : yaitu saat sebuah variabel hanya dapat memiliki dua kategori,
seperti jenis kelamin (laki-laki/perempuan), konsep diri (positif/negatif),
goal orientation (mastery/performance).
3. Variabel
politomi : yaitu saat sebuah variabel dapat dibagi menjadi lebih dari dua
kategori, seperti Agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, dll), partai politik
(Demokrat, Golkar, PDIP, PPP, dll), sikap (sangat setuju, setuju,
ragu-ragu,tidak setuju, sangat tidak setuju).
Kategorik
|
Kontinum
|
Kualitatif
|
Kuantitatif
|
||
Konstanta
|
Dikotomi
|
Politomi
|
|||
Air
|
Ya/tidak
|
Sikap
: sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju
|
Pendapatan
(dalam rupiah)
|
Agama:
Islam, Kristen, Hindu, Budha
|
Usia
:
X tahun/bulan
|
Pohon
|
Baik/buruk
|
Partai
: Demokrat, PDIP, Golkar, PPP
|
Usia
(dalam tahun)
|
Tingkat
pendidikan: S3, S2, S1, SMA, SMP, SD
|
Temperatur:
X
derajat celcius
|
Mobil
|
Laki-laki/perempuan
|
Pendapatan:
tinggi, menengah, rendah
|
Berat
(dalam kilogram)
|
Pendapatan:
X
rupiah per tahun
|
Yang
penting untuk dipahami adalah (1) bagaimana sebuah variabel yang diukur
menentukan jenis analisis yang akan digunakan, prosedur statistik yang akan
diaplikasikan pada data, (2) bagaimana data dapat diterjemahkan dan temuan
dapat dikomunikasikan. Bagaimana suatu variabel dalam penelitian diukur, akan
menentukan apakah suatu penelitian bersifat “kualitatif” atau “kuantitatif”. Dengan
demikian, penting bagi peneliti untuk mengetahui tentang skala pengukuran
variabel.
JENIS
SKALA PENGUKURAN
Pengukuran merupakan pusat bagi semua penelitian
ilmiah. Salah satu perbedaan utama antara ilmu fisik dan sosial adalah unit
pengukuran yang digunakan dan derajat kepentingan yang melekat pada unit-unit
tersebut. Dalam ilmu fisik, pengukuran adalah untuk mendapat keakuratan dan
presisi yang mutlak, sementara dalam ilmu sosial penekanan pada presisi dalam
pengukuran sangatlah bervariasi. Klasifikasi yang digunakan dalam pengukuran
menjadi empat skala yang berbeda, yaitu nominal, ordinal (ranking), interval
dan rasio.
4.4.1.
Skala
nominal
Skala
nominal memungkinkan klasifikasi individu, obyek atau respon berdasarkan
karakteristik umum. Individu, obyek atau respon terbagi menjadi sejumlah
sub-kelompok sedemikian rupa sehingga setiap anggota dari sub-kelompok memiliki
sebuah karakteristik umum. Sebuah variabel diukur dengan skala nominal mungkin
memiliki dua atau lebih sub-kategori tergantung besarnya variasi. Sebagai
contoh, “air” dan “pohon” memiliki hanya satu sub-kelompok, sedangkan variabel
“gender” dapat diklasifikasikan menjadi dua sub-kategori yaitu laki-laki dan
perempuan. Klasifikasi dengan menggunakan skala nominal memastikan bahwa
individu, obyek atau benda, atau respon dalam sub-kelompok yang sama memiliki
sebuah karakteristik umum sebagai dasar klasifikasi. Urutan dimana sub-kelompok
terdaftarkan membuat tidak adanya perbedaan seperti juga tidak ada hubungan
antara sub-sub kelompok tersebut.
Variabel-variabel yang sering dijadikan skala
nominal adalah etnis, ras, status perkawinan, nama negara, daerah dan lainnya.
Karena sifatnya yang merupakan kategorisasi atau pengklasifikasian maka nilai
dalam skala nominal tidak dapat dijumlahkan, dikurangkan, dikali atau dibagi.
Itu sebabnya hitungan matematis tidak dapat diterapkan dalam skala nominal. Yang
dapat dilakukan hanyalah memberi nilai terhadap tiap-tiap kategori, misalnya
Pria = 1 dan Wanita = 2, atau Jawa = 1,
Sumatra = 2, Kalimantan = 3, Sulawesi = 4 dan Papua = 5. Dengan demikian, skala nominal hanyalah
pemberian nilai saja dan tidak dapat dikenai perhitungan matematis.
4.3.2
Skala
ordinal
Suatu
skala ordinal memiliki semua karakteristik skala nominal. Selain
mengkategorikan individu, obyek, respon atau properti ke dalam sub-kelompok
berdasarkan karakteristik umum, skala ini juga membuat peringkat sub-kelompok
ke dalam urutan tertentu. Sebagai contoh, pendapatan dapat diukur baik secara
kuantitatif (dalam rentang jumlah dalam rupiah) atau secara kualitatif, yaitu
dalam sub-kategori “di atas rata-rata”, “rata-rata”, dan “di bawah rata-rata”.
Sub kategori “di atas rata-rata” mengindikasikan bahwa orang-orang yang
dikelompokkan ke dalamnya memiliki pendapatan lebih daripada orang-orang yang
ada di dalam kategori “rata-rata”. Demikian pula orang-orang yang berada pada
kategori “rata-rata” memiliki pendapatan lebih besar daripada yang berada dalam
kelompok “di bawah rata-rata”. Sub-kategori pendapatan ini dihubungkan satu
dengan yang lain dalam hal besaran pendapatan, namun besaran itu sendiri tidak
dapat dikuantifikasikan. Itu sebabnya, perbedaan antara “di atas rata-rata” dan
“rata-rata” atau “rata-rata” dengan “di bawah rata-rata” tidak bisa ditentukan
secara pasti. Hal yang sama juga berlaku pada variabel lainnya, seperti status sosial
ekonomi dan pengukuran sikap yang menggunakan skala ordinal.
Sub kategori dalam skala ordinal disusun sesuai
urutan dari besaran karakteristik yang diukur. Selain itu, besaran antara
sub-kategori juga tidak sama rata seperti tidak adanya unit kuantitatif pengukuran.
Contohnya pengukuran terhadap hasil belajar matematika di suatu kelas.
Diperoleh 3 siswa dengan nilai terbaik yaitu si
A mendapat nilai 90, si B mendapat nilai 75, dan si C mendapat nilai 70.
Dengan menggunakan skala ordinal maka A = 1, B = 2, C = 3. Selisih yang jauh
berbeda antara nilai A dan B serta B dan C tidak terlihat secara representatif
dalam skala ordinal. Itu sebabnya bila pengukuran dalam penelitian berupa data
ordinal, maka interpretasi atas hasil penelitian harus dilakukan dengan sangat
hati-hati.
4.3 Skala
interval
Semua
skala interval memiliki semua karakteristik dari skala ordinal, misalnya
individu atau respon dan sebuah sub-kategori memiliki suatu karakteristik umum
dan sub-sub kategori diatur dalam sebuah urutan tertentu. Sebagai tambahan,
sebuah skala interval menggunakan suatu unit pengukuran yang memungkinkan
individu atau respon untuk ditempatkan secara seimbang dan sebuah titik
terminasi yang terbagi dalam interval atau unit yang seimbang. Titik awal dan
akhir serta jumlah antar unit atau interval adalah ditentukan secara pasti dan
bervariasi dari satu skala dengan skala lainnya.
Derajat
pengukuran temperatur merupakan salah satu contoh skala ini. Celcius misalnya,
nilai awal (dianggap sebagai titik beku) adalah titik nol, dan titik akhir
(dianggap sebagai titik didih) adalah titik 100. Rentang antara titik didih dan
titik beku adalah terbagi dalam 100 interval yang sama, dikenal dengan derajat.
Dalam sistem Fahrenheit, titik beku adalah 32 dan titik didihnya adalah 212 dan
rentang antara kedua titik tersebut terbagi dalam 180 interval yang seimbang.
Masing-masing derajat atau interval adalah pengukuran temperatur. Meski titik
awal dan titik akhir ditentukan secara pasti, namun titik-titik tersebut
tidaklah mutlak. Misalnya, kita tidak bisa menyebutkan 60° C adalah dua kali
lebih panas dari 30° C, atau 30° F adalah tiga kali lebih panas dari 10° F. Ini
berarti bahwa operasi matematis tidak dapat diterapkan pada skala ini, namun perbedaan
nilai dapat dibaca dan memiliki arti tertentu. Sebagai contoh, jika perbedaan
temperatur antara dua obyek, A dan B adalah 15°C dan perbedaan temperatur antara dua obyek C dan D adalah 45°C, kita
bisa mengatakan bahwa perbedaan temperatur antar C dan D adalah tiga kali lebih
besar daripada A dan B.
Skala
interval bersifat relatif, dimana skala ini menempatkan posisi individu atau
respon dalam hubungan antara yang satu dengan yang lain dengan didasarkan
besaran variabel pengukuran. Akan tetapi, sebuah skala interval memiliki semua
karakteristik yang dimiliki skala ordinal, ditambah skala ini memiliki unit
pengukuran dengan nilai awal dan akhir yang ditentukan pasti.
Penelitian-penelitian dalam ilmu-ilmu sosial,
termasuk psikologi banyak menggunakan skala interval. Sebagai contoh variabel
kepercayaan diri, atau motvasi misalnya, namun tentunya tidak ada nilai nol
mutlak pada variabel tersebut. Dalam skala interval maka perhitungan matematis
dapat dilakukan agar dapat diperoleh makna atas data. Data-data yang berbentuk
interval dapat dijumlahkan, dikalikan, dan dibagi.
4.4.4.
Skala
rasio
Skala
rasio memiliki semua karakteristik dari skala nominal, ordinal dan interval
ditambah cirinya sendiri yaitu nol yang pasti, dimana berarti memiliki nilai
awal yang mutlak. Skala ini merupakan skala mutlak, perbedaan antar interval
selalu diukur dari titik nol. Ini berarti operasi matematis dapat dilakukan
pada skala ini. Pengukuran usia, tinggi badan, berat badan merupakan contoh
penggunaan skala ini. Seorang yang berusia 40 tahun adalah dua kali lebih lama
usianya daripada orang yang berusia 20 tahun.
Penelitian
dalam ilmu-ilmu sosial sangat jarang menggunakan skala rasio. Sebagai contoh
tidak ada skor inteligensi yang bernilai nol, karena tidak ada orang yang
benar-benar tidak memiliki inteligensi. Ataupun bila mendapat skor 0 pada tes
bahasa bukan berarti sama sekali tidak memiliki kemampuan berbahasa.
Daftar
Pustaka
Evans,
Annabel Ness & Rooney, Bryan J.
(2011). Methods ini Psychological Research. California: Sage Publications, Inc.
2nd edition.
Ranjit
Kumar (1996). Research Methodology. Australia : Sage Publications.
Bungin,
Burhan. (2004). Metodelogi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada
media Group.
Kurpius,
Sharon E Robinson & Stafford, Mary E. (2006) Testing and Measurement. USA:
Sage Publications.
Fred N. Kerlinger. (1995).
Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
No comments:
Post a Comment