Thursday, 9 June 2016

Jenis Variabel dalam Desain Penelilitian (Metodologi Penelitian)

Sebuah penelitian yang berupa penelitian kausal dapat menggunakan design penelitian eksperimen terkontrol, quasi-experiment, maupun ex-post facto. Dalam penelitian eksperimental,


variabel

independent variable dapat dimanipulasi oleh peneliti. Oleh karenanya dengan memperhatikan bahwa dalam desain penelitian terdapat variabel-variabel yang dapat dimanipulasi sedemikian rupa oleh peneliti untuk kepentingan penelitian maka variabel pun dapat dibagi kedalam dua jenis, yaitu :
1.    Active variables : yaitu variabel-variabel yang dapat dimanipulasi, diubah, atau dikontrol.
2.    Attribute variables : yaitu variabel-variabel yang tidak dapat dimanipulasi, diubah maupun dikontrol. Variabel ini biasanya merupakan karakteristik dari populasi penelitian. Contohnya adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan dan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan attribute variable ini adalah variabel yang terberi atau melekat pada subyek penelitian.
Contoh penelitian yang didalamnya dilakukan manipulasi adalah pengaruh metode pengajaran terhadap prestasi belajar. Dalam penelitian tersebut, maka peneliti akan memanipulasi independent variable-nya yaitu metode pengajaran menjadi beberapa model pengajaran. Oleh peneliti, metode pengajaran akan dibagi menjadi beberapa model dimana pada setiap modelnya akan diberikan treatmen yang berbeda. Dalam hal ini, metode pengajaran adalah active variable karena dapat dikontrol, diubah dan dimanipulasi oleh si peneliti. Namun demikian, dalam penelitian tersebut juga ada variabel-variabel yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti, seperti usia, jenis kelamin, agama, sikap, motivasi, persepsi dan lainnya.


Jenis Variabel Berdasarkan Unit Pengukuran
Bila ditinjau dari unit pengukurannya, maka terdapat dua cara untuk mengelompokkan variabel, yaitu :
1.    apakah unit pengukurannya bersifat kategorik (contohnya dalam skala nominal dan ordinal) atau kontinu (dalam skala interval dan rasio); dan
2.     apakah unit pengukurannya bersifat kualitatif  atau kuantitatif.

Variabel-variabel tersebut kemudian diklasifikasikan sebagai kategorik dan kontinum, serta kuantitatif dan kualitatif. Secara keseluruhan, terdapat perbedaan yang sangat tipis antara variabel kategorik dan kualitatif, serta antara kontinum dan kuantitatif. Variabel kategorik diukur dalam pengukuran skala nominal atau ordinal, sedangkan pada variabel kontinum pengukuran dibuat dengan menggunakan skala interval maupun rasio.
Variabel kategorik adalah variabel yang dalam pengukurannya akan menghasilkan data yang sifatnya kategorikal misalnya jenis kelamin akan menghasilkan  dua kategori yaitu lelaki dan perempuan. Contoh lainnya misalnya variabel pola asuh akan menghasilkan 3 kategori yaitu permisif, demokratis dan otoriter. Variabel kategorik sendiri memiliki 3 jenis, yaitu :
1.    Variabel konstanta : yaitu saat sebuah variabel hanya dapat memiliki satu nilai atau kategori.
2.    Variabel dikotomi : yaitu saat sebuah variabel hanya dapat memiliki dua kategori, seperti jenis kelamin (laki-laki/perempuan), konsep diri (positif/negatif), goal orientation (mastery/performance).
3.    Variabel politomi : yaitu saat sebuah variabel dapat dibagi menjadi lebih dari dua kategori, seperti Agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, dll), partai politik (Demokrat, Golkar, PDIP, PPP, dll), sikap (sangat setuju, setuju, ragu-ragu,tidak setuju, sangat tidak setuju).

Di sisi lain, variabel kontinum memiliki kontinuitas dalam pengukurannya. Sebagai contoh usia, pendapatan, motivasi, atau kepercayaan diri. Variabel-variabel tersebut dapat menggunakan nilai apapun pada skala yang diukur. Usia dapat diukur dalam tahun, bulan dan hari.



Kategorik
Kontinum
Kualitatif
Kuantitatif
Konstanta
Dikotomi
Politomi
Air
Ya/tidak
Sikap : sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju
Pendapatan (dalam rupiah)
Agama: Islam, Kristen, Hindu, Budha
Usia :
 X tahun/bulan
Pohon
Baik/buruk
Partai : Demokrat, PDIP, Golkar, PPP
Usia (dalam tahun)
Tingkat pendidikan: S3, S2, S1, SMA, SMP, SD
Temperatur:
X derajat celcius
Mobil
Laki-laki/perempuan
Pendapatan: tinggi, menengah, rendah
Berat (dalam kilogram)

Pendapatan:
X rupiah per tahun


Yang penting untuk dipahami adalah (1) bagaimana sebuah variabel yang diukur menentukan jenis analisis yang akan digunakan, prosedur statistik yang akan diaplikasikan pada data, (2) bagaimana data dapat diterjemahkan dan temuan dapat dikomunikasikan. Bagaimana suatu variabel dalam penelitian diukur, akan menentukan apakah suatu penelitian bersifat “kualitatif” atau “kuantitatif”. Dengan demikian, penting bagi peneliti untuk mengetahui tentang skala pengukuran variabel.



 JENIS SKALA PENGUKURAN
Pengukuran merupakan pusat bagi semua penelitian ilmiah. Salah satu perbedaan utama antara ilmu fisik dan sosial adalah unit pengukuran yang digunakan dan derajat kepentingan yang melekat pada unit-unit tersebut. Dalam ilmu fisik, pengukuran adalah untuk mendapat keakuratan dan presisi yang mutlak, sementara dalam ilmu sosial penekanan pada presisi dalam pengukuran sangatlah bervariasi. Klasifikasi yang digunakan dalam pengukuran menjadi empat skala yang berbeda, yaitu nominal, ordinal (ranking), interval dan rasio.

4.4.1.   Skala nominal
Skala nominal memungkinkan klasifikasi individu, obyek atau respon berdasarkan karakteristik umum. Individu, obyek atau respon terbagi menjadi sejumlah sub-kelompok sedemikian rupa sehingga setiap anggota dari sub-kelompok memiliki sebuah karakteristik umum. Sebuah variabel diukur dengan skala nominal mungkin memiliki dua atau lebih sub-kategori tergantung besarnya variasi. Sebagai contoh, “air” dan “pohon” memiliki hanya satu sub-kelompok, sedangkan variabel “gender” dapat diklasifikasikan menjadi dua sub-kategori yaitu laki-laki dan perempuan. Klasifikasi dengan menggunakan skala nominal memastikan bahwa individu, obyek atau benda, atau respon dalam sub-kelompok yang sama memiliki sebuah karakteristik umum sebagai dasar klasifikasi. Urutan dimana sub-kelompok terdaftarkan membuat tidak adanya perbedaan seperti juga tidak ada hubungan antara sub-sub kelompok tersebut.
Variabel-variabel yang sering dijadikan skala nominal adalah etnis, ras, status perkawinan, nama negara, daerah dan lainnya. Karena sifatnya yang merupakan kategorisasi atau pengklasifikasian maka nilai dalam skala nominal tidak dapat dijumlahkan, dikurangkan, dikali atau dibagi. Itu sebabnya hitungan matematis tidak dapat diterapkan dalam skala nominal. Yang dapat dilakukan hanyalah memberi nilai terhadap tiap-tiap kategori, misalnya Pria = 1 dan Wanita = 2,  atau Jawa = 1, Sumatra = 2, Kalimantan = 3, Sulawesi = 4 dan Papua = 5.  Dengan demikian, skala nominal hanyalah pemberian nilai saja dan tidak dapat dikenai perhitungan matematis.

4.3.2     Skala ordinal
Suatu skala ordinal memiliki semua karakteristik skala nominal. Selain mengkategorikan individu, obyek, respon atau properti ke dalam sub-kelompok berdasarkan karakteristik umum, skala ini juga membuat peringkat sub-kelompok ke dalam urutan tertentu. Sebagai contoh, pendapatan dapat diukur baik secara kuantitatif (dalam rentang jumlah dalam rupiah) atau secara kualitatif, yaitu dalam sub-kategori “di atas rata-rata”, “rata-rata”, dan “di bawah rata-rata”. Sub kategori “di atas rata-rata” mengindikasikan bahwa orang-orang yang dikelompokkan ke dalamnya memiliki pendapatan lebih daripada orang-orang yang ada di dalam kategori “rata-rata”. Demikian pula orang-orang yang berada pada kategori “rata-rata” memiliki pendapatan lebih besar daripada yang berada dalam kelompok “di bawah rata-rata”. Sub-kategori pendapatan ini dihubungkan satu dengan yang lain dalam hal besaran pendapatan, namun besaran itu sendiri tidak dapat dikuantifikasikan. Itu sebabnya, perbedaan antara “di atas rata-rata” dan “rata-rata” atau “rata-rata” dengan “di bawah rata-rata” tidak bisa ditentukan secara pasti. Hal yang sama juga berlaku pada variabel lainnya, seperti status sosial ekonomi dan pengukuran sikap yang menggunakan skala ordinal.
Sub kategori dalam skala ordinal disusun sesuai urutan dari besaran karakteristik yang diukur. Selain itu, besaran antara sub-kategori juga tidak sama rata seperti tidak adanya unit kuantitatif pengukuran. Contohnya pengukuran terhadap hasil belajar matematika di suatu kelas. Diperoleh 3 siswa dengan nilai terbaik yaitu si  A mendapat nilai 90, si B mendapat nilai 75, dan si C mendapat nilai 70. Dengan menggunakan skala ordinal maka A = 1, B = 2, C = 3. Selisih yang jauh berbeda antara nilai A dan B serta B dan C tidak terlihat secara representatif dalam skala ordinal. Itu sebabnya bila pengukuran dalam penelitian berupa data ordinal, maka interpretasi atas hasil penelitian harus dilakukan dengan sangat hati-hati.


4.3     Skala interval
Semua skala interval memiliki semua karakteristik dari skala ordinal, misalnya individu atau respon dan sebuah sub-kategori memiliki suatu karakteristik umum dan sub-sub kategori diatur dalam sebuah urutan tertentu. Sebagai tambahan, sebuah skala interval menggunakan suatu unit pengukuran yang memungkinkan individu atau respon untuk ditempatkan secara seimbang dan sebuah titik terminasi yang terbagi dalam interval atau unit yang seimbang. Titik awal dan akhir serta jumlah antar unit atau interval adalah ditentukan secara pasti dan bervariasi dari satu skala dengan skala lainnya.
Derajat pengukuran temperatur merupakan salah satu contoh skala ini. Celcius misalnya, nilai awal (dianggap sebagai titik beku) adalah titik nol, dan titik akhir (dianggap sebagai titik didih) adalah titik 100. Rentang antara titik didih dan titik beku adalah terbagi dalam 100 interval yang sama, dikenal dengan derajat. Dalam sistem Fahrenheit, titik beku adalah 32 dan titik didihnya adalah 212 dan rentang antara kedua titik tersebut terbagi dalam 180 interval yang seimbang. Masing-masing derajat atau interval adalah pengukuran temperatur. Meski titik awal dan titik akhir ditentukan secara pasti, namun titik-titik tersebut tidaklah mutlak. Misalnya, kita tidak bisa menyebutkan 60° C adalah dua kali lebih panas dari 30° C, atau 30° F adalah tiga kali lebih panas dari 10° F. Ini berarti bahwa operasi matematis tidak dapat diterapkan pada skala ini, namun perbedaan nilai dapat dibaca dan memiliki arti tertentu. Sebagai contoh, jika perbedaan temperatur antara dua obyek, A dan B adalah 15°C dan perbedaan temperatur  antara dua obyek C dan D adalah 45°C, kita bisa mengatakan bahwa perbedaan temperatur antar C dan D adalah tiga kali lebih besar daripada A dan B.
Skala interval bersifat relatif, dimana skala ini menempatkan posisi individu atau respon dalam hubungan antara yang satu dengan yang lain dengan didasarkan besaran variabel pengukuran. Akan tetapi, sebuah skala interval memiliki semua karakteristik yang dimiliki skala ordinal, ditambah skala ini memiliki unit pengukuran dengan nilai awal dan akhir yang ditentukan pasti.
Penelitian-penelitian dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk psikologi banyak menggunakan skala interval. Sebagai contoh variabel kepercayaan diri, atau motvasi misalnya, namun tentunya tidak ada nilai nol mutlak pada variabel tersebut. Dalam skala interval maka perhitungan matematis dapat dilakukan agar dapat diperoleh makna atas data. Data-data yang berbentuk interval dapat dijumlahkan, dikalikan, dan dibagi.

4.4.4.   Skala rasio
Skala rasio memiliki semua karakteristik dari skala nominal, ordinal dan interval ditambah cirinya sendiri yaitu nol yang pasti, dimana berarti memiliki nilai awal yang mutlak. Skala ini merupakan skala mutlak, perbedaan antar interval selalu diukur dari titik nol. Ini berarti operasi matematis dapat dilakukan pada skala ini. Pengukuran usia, tinggi badan, berat badan merupakan contoh penggunaan skala ini. Seorang yang berusia 40 tahun adalah dua kali lebih lama usianya daripada orang yang berusia 20 tahun.
Penelitian dalam ilmu-ilmu sosial sangat jarang menggunakan skala rasio. Sebagai contoh tidak ada skor inteligensi yang bernilai nol, karena tidak ada orang yang benar-benar tidak memiliki inteligensi. Ataupun bila mendapat skor 0 pada tes bahasa bukan berarti sama sekali tidak memiliki kemampuan berbahasa.


Daftar Pustaka

Evans, Annabel Ness & Rooney,  Bryan J. (2011). Methods ini Psychological Research. California: Sage Publications, Inc. 2nd edition.
Ranjit Kumar (1996). Research Methodology. Australia : Sage Publications.
Bungin, Burhan. (2004). Metodelogi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada media Group.
Kurpius, Sharon E Robinson & Stafford, Mary E. (2006) Testing and Measurement. USA: Sage Publications.
Fred N. Kerlinger. (1995). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

No comments:

Post a Comment