Aspek fisiologis
kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ
tubuh dan sendi-sendinya dapat memperngaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika
disertai sakit kepala misalnya, dapat menurun kan kualitas
sumber : jejakpendidikan.com
ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang di
pelajarinya pun kurang atau tidak membekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani
agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkomsumsi makanan dan minuman yang
bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan memilih pola makan-minum dan
istirahat akan menimbulkan reaksi tonus
yang negative dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
Kondisi
organ-organ khusus siswa , seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan
indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap
informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan dikelas. Daya pendengaran
dan penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register dalam menyerap
item-item infirmasi yang bersifat echoic
(gema dan citra). Akibat negative dan selanjutnya adalah terhambatnya proses
informasi yang dilakukan oleh sistem memori siswa tersebut. Penjelasan mengenai
mekanisme kerja sistem memori (akal). Pada umumnya para ahli psikolog
pendidikan khusunya mereka yang tergolong cognitivist
( ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan
antara belajar,memori, dan pengetahuan itu sangat erat dan tidak mungkin
dipisahkan. Memori yang biasanya diartikan sebagai ingatan itu sesungguhnya
adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan
storage system, yakni sistem penyimpangan informasi dan pengetahuan yang
terdapat didalam otak manusia.
Inteligensi
terhadap terdahap proses dan hasil
belajar
Inteligensi pada umumnya dapat
diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber,1988) jadi
inteligensi bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas
organ-organ tubuh lainnya.akan tetapi harus diakui bahwa peran otak dalam
hubungannya dalam inteligensi manusia lebih menonjol dari pada peran
organ-organ tubuh lainnya, lataran otak merupakan “menara pengontrol” hampir
seluruh aktivitas manusia.
Selanjutnya diantara siswa-siswi
yang mayoritas berinteligensi normal itu mungkin terdapat satu atau dua orang
yang tergolong gifted child atau talented child, yakini anak sangat cerdas dan
anak yang sangat berbakat (IQ 140 keatas). Disamping itu mungkin ada pula siswa
yang berkecerdasaan di bawah batas rata-rata (IQ 70 ke bawah). Keluarbiasaan
inteligensi seorang siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negative seperti borderline, lazimnya menimbulkan kesulitan belajar siswa yang bersangkutan. Di satu sisi siswa yang
cerdas sekali akan tidak merasa tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari sekolah kerena
pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatnya,ia menjadi bosan
dan frustasi karena sebagai tuntunan kebutuhan keingintahuannya (curiosity) merasa dibendung secara tidak
adil. Disisi lainya, siswa bodoh sekali akan merasa sangat payah mengikuti
pelajaran kerena terlalu sukar baginya.
Untuk menolong siswa yang berbakat,
sebaiknya menaikan tingkat kelasnya setingkat lebih tinggi dari pada kelasnya
sekarang. Sementara itu, untuk menolong siswa yang berkecerdasan dibawah
normal, tidak dapat dilakukan sebaliknya menurunkan ke kelas yang lebih rendah
. sebab, cara penurunan kelas seperti ini dapat menimbulkan masalah baru yang
bersifat psikososial yang tidak hanya mengganggu dirinya saja, tetapi juga
mengganggu orang lain.
Inteligensi,
Bakat dan Kreativitas
Inteligensi
merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat
kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini
memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya
pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu
latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena
suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan
khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat
yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat
atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu
dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan
adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory.
Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA)
dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari
Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential
Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Kreativitas
merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga
merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan
antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang
memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang
bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari
berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti
oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak
selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ
tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi,
ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para
ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan
bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen,
yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan
informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang
untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan
informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional
yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau
kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai
oleh ilmu pengetahuan.
Emosi
memiliki jenis yang berbeda-beda. Emosi terdiri dari sedih, takut, jijik, dan
terkejut. Ragam emosi tidak memiliki acuan yang sama dan memiliki gradasi yang
berbeda. Emosi bukanlah marah, melainkan marah adalah bagian dari emosi. Emosi
berkembang karena motif dan gejolak perasaan. Emosi memiliki hubungan yang mempengaruhi
terhadap kebiasaan.
Faktor Pendekatan
belajar
Disamping
faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan di
muka, faktor pendekatan belajar juga
berpengaruh terhadap taraf keberhasilan
proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan
pendekatan belajar dengan deep misalnya,
mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi
belajar yang bermutu dari pada siswa yang menggunakan pendekatan belajar yang bermutu dari pada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
No comments:
Post a Comment