Thursday 16 June 2016

Hubungan antara faktor fisiologis, inteligensi dan emosi terhadap proses dan hasil belajar.

Aspek fisiologis
 kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat memperngaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai sakit kepala misalnya, dapat menurun kan kualitas

inteligensi

ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang di pelajarinya pun kurang atau tidak membekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkomsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan memilih pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negative dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
Kondisi organ-organ khusus siswa , seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan dikelas. Daya pendengaran dan penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item infirmasi yang bersifat echoic (gema dan citra). Akibat negative dan selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem memori siswa tersebut. Penjelasan mengenai mekanisme kerja sistem memori (akal). Pada umumnya para ahli psikolog pendidikan khusunya mereka yang tergolong cognitivist ( ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar,memori, dan pengetahuan itu sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan. Memori yang biasanya diartikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system, yakni sistem penyimpangan informasi dan pengetahuan yang terdapat didalam otak manusia.
Inteligensi terhadap terdahap proses dan hasil belajar
            Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber,1988) jadi inteligensi bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya.akan tetapi harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dalam inteligensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ-organ tubuh lainnya, lataran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
            Selanjutnya diantara siswa-siswi yang mayoritas berinteligensi normal itu mungkin terdapat satu atau dua orang yang tergolong gifted child atau talented child, yakini anak sangat cerdas dan anak yang sangat berbakat (IQ 140 keatas). Disamping itu mungkin ada pula siswa yang berkecerdasaan di bawah batas rata-rata (IQ 70 ke bawah). Keluarbiasaan inteligensi seorang siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negative seperti borderline, lazimnya menimbulkan kesulitan belajar siswa yang bersangkutan. Di satu sisi siswa yang cerdas sekali akan tidak merasa tidak mendapatkan  perhatian yang memadai dari sekolah kerena pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatnya,ia menjadi bosan dan frustasi karena sebagai tuntunan kebutuhan keingintahuannya (curiosity) merasa dibendung secara tidak adil. Disisi lainya, siswa bodoh sekali akan merasa sangat payah mengikuti pelajaran kerena terlalu sukar baginya.
            Untuk menolong siswa yang berbakat, sebaiknya menaikan tingkat kelasnya setingkat lebih tinggi dari pada kelasnya sekarang. Sementara itu, untuk menolong siswa yang berkecerdasan dibawah normal, tidak dapat dilakukan sebaliknya menurunkan ke kelas yang lebih rendah . sebab, cara penurunan kelas seperti ini dapat menimbulkan masalah baru yang bersifat psikososial yang tidak hanya mengganggu dirinya saja, tetapi juga mengganggu orang lain.
 Inteligensi, Bakat dan Kreativitas
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Emosi memiliki jenis yang berbeda-beda. Emosi terdiri dari sedih, takut, jijik, dan terkejut. Ragam emosi tidak memiliki acuan yang sama dan memiliki gradasi yang berbeda. Emosi bukanlah marah, melainkan marah adalah bagian dari emosi. Emosi berkembang karena motif dan gejolak perasaan. Emosi memiliki hubungan yang mempengaruhi terhadap kebiasaan.
Faktor Pendekatan belajar

Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan di muka, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar dengan deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu dari pada siswa yang menggunakan pendekatan belajar yang bermutu dari pada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Hubungan antara faktor fisiologis, inteligensi dan emosi terhadap proses dan hasil belajar.


No comments:

Post a Comment